Lembaga Research Institute of Socio-Economic Development (RISED) menggelar riset mengenai “Kemitraan Transportasi Daring Selama Masa Pandemi COVID-19”. Riset ini berlatar belakang sektor ekonomi digital, yang identik dengan konsep sharing economy, sering dianggap sebagai sektor yang rentan bagi pekerja. Sebab, hubungan kerja dalam ekosistem sharing economy merupakan relasi kemitraan
“Oleh karenanya kami mengadakan survei ini, untuk mengetahui bagaimana sebenarnya pendapat para mitra. Temuan menariknya adalah mayoritas mitra menganggap hubungan kemitraan mereka dengan perusahaan aplikasi sudah berjalan baik dan unsur-unsur kemitraan seperti yang tercantum dalam undang-undang UMKM sudah terpenuhi,” kata ekonom Universitas Airlangga yang juga Ketua Tim Peneliti RISED, Rumayya Batubara, dalam keterangannya, 09/09/2021.
Survei ini dilakukan kepada 700 mitra pengemudi daring roda dua dan roda empat di 10 kota yang melibatkan para mitra pengemudi dari Grab dan Gojek dengan metode non probability sampling.
Hasil riset tersebut mengungkap bahwa mitra transportasi daring mayoritas (87 persen) menganggap kemitraannya dengan perusahaan aplikasi sudah berjalan dengan baik.
Mayoritas mitra (75 persen) memilih fleksibilitas waktu kerja sebagai alasan bergabung mitra, dan hampir semua mitra (94 persen) menganggap fleksibilitas waktu kerja sebagai hal penting.
Rumayya menjelaskan hasil itu artinya, mitra transportasi daring memiliki alasan khusus dalam memilih pekerjaannya dan mengindikasikan bahwa mereka juga sadar bahwa hubungan kerjanya dengan aplikator berbeda dengan hubungan kerja pada sektor konvensional.
“Sehingga, pengaturan kerja sama antara mitra dan perusahaan aplikasi lebih tepat diakomodasi sebagai kemitraan yang telah diatur di dalam UU No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM,” terangnya.
Baca: Riset LD FEB UI: Gojek Membantu Masyarakat Beradaptasi Saat Pandemi
Temuan yang juga menarik dari riset ini, adalah faktor kedua terbesar yang dipilih oleh mitra sebagai alasan untuk menjadi mitra adalah belum memiliki pekerjaan tetap. Hal tersebut menunjukkan bahwa bergabung menjadi mitra transportasi online juga dilihat sebagai alternatif sebelum beralih ke pekerjaan lain.
“Unsur fleksibilitas waktu yang menjadi alasan utama mitra terjun di industri ini akan hilang bila pengaturan hubungan kerja dilakukan dengan undang-undang lainnya,” Rumayya menegaskan.
Ia pun memberi contoh, bila hubungan diubah menjadi pekerja-pemberi kerja akan ada peraturan jam kerja yang mengikat dan tidak fleksibel, sedangkan dalam pola hubungan kemitraan mitra memiliki kebebasan untuk menentukan kapan mulai dan selesai beraktivitas.
Survei RISED juga menemukan bahwa mitra pengemudi transportasi online telah menerima berbagai bentuk bantuan dari perusahaan termasuk bantuan operasional dan pelatihan dan pengembangan.
“Dalam isu kemitraan di ekonomi digital, kami melihat pentingnya peran pemerintah untuk terus memberikan pengawasan dan perlindungan kepada kedua belah pihak, supaya terjadi hubungan yang saling menguntungkan dan kontribusi positif industri transportasi online tetap bisa dirasakan oleh masyarakat. Apalagi pada masa pandemi sektor ini terbukti telah menjadi safety net bagi pekerja sektor informal,” saran Rumayya.
Baca: Grab: “Layanan Pesan Antar Makanan Makin Populer di Tanah Air”