ItWorks- Indonesia hadir dalam perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di bawah Presidensi India yang dihadiri Presiden RI dan beberapa Menteri Kabinet Indonesia Maju lainnya. Pertemuan yang berlangsung pada tanggal 9-10 September 2023 di New Delhi India membahas berbagai isu tantangan global yang menjadi prioritas negara G20 yang perhatian bersama untuk dalam menghadapinya.
Pertemuan tersebut menghasilkan dokumen kesepakatan para pemimpin G20, yaitu Leaders’ Declaration, yang meliputi berbagai isu dari Jalur Keuangan dan Jalur Sherpa. Beberapa kesepakatan penting dari Jalur Keuangan menegaskan kembali komitmen para pemimpin G20 akan perlunya kebijakan moneter, fiskal, keuangan, dan struktural yang terkalibrasi dengan baik guna mendorong pertumbuhan, mengurangi kesenjangan, mendukung pembangunan berkelanjutan dan pembiayaan perubahan iklim, serta menjaga makroekonomi dan stabilitas keuangan.
Dari sisi kolaborasi Keuangan dan Kesehatan, para pemimpin G20 berkomitmen untuk memperkuat arsitektur kesehatan global untuk menghadapi pencegahan, kesiapsiagaan dan respons (Prevention, Preparedness and Response/PPR) pandemi melalui peningkatan kolaborasi antara Kementerian Keuangan dan Kementerian Kesehatan di bawah Satuan Tugas Gabungan Keuangan dan Kesehatan (Joint Finance and Health Task Force/JFHTF), dengan Indonesia dan Italia berperan sebagai Co-Chairs. Para pemimpin G20 menyambut baik suksesnya alokasi pendanaan atas proposal putaran pertama oleh Dana Pandemi, yang diinisiasi dan diluncurkan saat Presidensi G20 Indonesia, dan menantikan putaran kedua akhir tahun 2023.
“Solidaritas global isu kesehatan juga harus kita perkuat melalui mobilisasi pandemic fund, komitmen $2 miliar perlu kita wujudkan,” tegas Presiden Joko Widodo sebagaimana dirilis Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan melalu portal web, di Jakarta, baru-baru ini.
Disebutkan, kesenjangan pembiayaan USD 10 triliun per tahun untuk lima tahun ke depan masih tetap ada dan akan semakin besar. Hal ini memerlukan dukungan pembiayaan yang berkelanjutan agar siap dalam menghadapi pandemi berikutnya. Semakin besar pendanaan yang tersedia, maka semakin besar kesempatan yang dapat diperoleh Indonesia untuk mengakses Dana Pandemi dalam rangka membiayai reformasi kesehatan domestik.
Selain itu, dalam rangka penguatan Bank Pembangunan Multilateral (Multilateral Development Banks/MDB), para pemimpin G20 menyerukan kepada MDBs untuk melakukan upaya komprehensif guna mengembangkan visi, struktur insentif, pendekatan operasional, dan kapasitas keuangan mereka agar lebih siap untuk memaksimalkan dampaknya dalam mengatasi berbagai tantangan global. Secara khusus terkait Bank Dunia, para pemimpin G20 akan secara kolektif memobilisasi lebih banyak ruang dan pendanaan konsesi untuk meningkatkan kapasitasnya dalam mendukung negara-negara termiskin serta berpendapatan rendah dan menengah yang membutuhkan bantuan dalam mengatasi tantangan global.
Indonesia mendukung setiap upaya MDBs untuk meningkatkan kapasitas pendanaannya sejalan dengan kepentingan Indonesia. Reformasi MDBs harus merefleksikan representasi dari kepentingan negara-negara anggotanya. Kapasitas pendanaan MDBs yang lebih besar akan bermanfaat bagi Indonesia dalam rangka mengakses pendanaan yang lebih banyak untuk mendukung kebutuhan pembiayaan dalam negeri.
Terkait pembiayaan perubahan iklim, para pemimpin G20 mengingatkan kembali perlunya realisasi dari komitmen yang dibuat oleh negara-negara maju terhadap tujuan memobilisasi bersama pendanaan iklim sebesar USD 100 miliar per tahun pada tahun 2020 hingga tahun 2025, guna memenuhi kebutuhan negara-negara berkembang. Sebagai kelanjutan dari Presidensi G20 Indonesia, para pemimpin G20 juga memastikan keuangan transisi menjadi pembahasan utama di pertemuan kali ini. Para pemimpin G20 sepakat mendukung mobilisasi sumber daya yang tepat waktu dan memadai untuk pendanaan iklim sembari memastikan dukungan untuk kegiatan transisi sejalan dengan keadaan di masing-masing negara.
Pada pertemuan tersebut, Indonesia menyampaikan bahwa pengumpulan pembiayaan untuk pendanaan transisi selama ini belum pernah berhasil, dan belum terdapat ekosistem transisi dunia. Indonesia berkepentingan besar atas terbentuknya ekosistem transisi dunia dalam rangka menyediakan pembiayaan yang cukup untuk mendukung Indonesia mencapai target Nationally Determined Contribution (NDC) dan menuju pembangunan rendah karbon.
Presidensi G20 Indonesia berhasil menginisiasi skema pembiayaan campuran (Blended Finance), yaitu Platform Negara Mekanisme Transisi Energi (Energy Transition Mechanism Country Platform), Global Blended Finance Alliance (GBFA), dan Just Energy Transition Partnerships (JETP).
“Sinergi Pemerintah dan Swasta akan jadi game changer. Tahun lalu di Bali, Indonesia telah inisiasi G20 Bali Global Blended Finance Alliance. Skema Just Energy Transition Partnership (JETP) harus diperluas dan diperbesar.”, pungkas Presiden Joko Widodo.
Selain itu, perpajakan internasional juga menjadi salah satu butir kesepakatan utama dalam pertemuan kali ini. Para pemimpin G20 menegaskan kembali komitmen untuk menerapkan paket pajak internasional Dua Pilar dengan cepat, dan menyambut baik kemajuan signifikan yang dicapai pada Pilar Satu, serta selesainya pengembangan Peraturan Subjek Pajak (Subject to Tax Rule/STTR) pada Pilar Dua.
Indonesia menekankan bahwa implementasi Dua Pilar secara bersamaan sangat penting dalam reformasi sistem perpajakan internasional, dalam rangka memberikan jaminan terhadap keadilan, hak pemajakan antar negara, dan memberantas praktik penghindaran pajak melalui Base Erosion and Profit Shifting (BEPS). Di samping itu, transparansi pajak secara global harus lebih ditingkatkan. (AC)