
Jakarta, Itech- Dewasa ini, kasus resistensi antibiotik menjadi tantangan di berbagai dunia termasuk Indonesia. Pasalnya, antibiotik tidak hanya dimanfaatkan untuk pengobatan manusia, namun juga pada usaha peternakan dan perikanan. Selama satu dekade terakhir, hampir setiap jenis bakteri menjadi lebih kuat dan kurang responsif terhadap antibiotik.
Terkait resistensi antibiotik, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menggandeng University of Helsinki Finlandia. Riset gabungan ini diharapkan menghasilkan obat baru, dimana saat ini banyak virus dan bakteri yang sudah resistensi terhadap antibiotik.Tujuannya untuk mendapatkan data kuantitatif terkait cemaran antibiotik dan gen mikroba yang bertanggung-jawab terhadap resistansi antibiotik pada daerah aliran sungai yang melewati usaha peternakan, instalasi rumah sakit dan usaha budidaya perikanan.
Secara keseluruhan, output akhir dari kerjasama riset BPPT-University of Helsinki ini adalah tersusunnya sebuah rekomendasi yang komprehensif bagi seluruh pemangku kepentingan terkait peta kejadian resistensi antibiotik di Indonesia. Deputi Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi, BPPT, Eniya Listiani Dewi di gedung BPPT Jakarta, Selasa (11/10) mengatakan ruang lingkup kerjasama ini antara lain melakukan riset bersama dalam hal pengambilan sampel air dari lingkungan yang diduga kuat telah tercemar antibiotik seperti lingkungan usaha peternakan, instalasi rumah sakit dan usaha perikanan. Melakukan isolasi DNA dan mengukur konsentrasi antibiotik, analisa kandungan DNA pengkode gen yang risisten terhadap antibiotik.
Selain itu, lanjut Eniya, peneliti BPPT akan melakukan training untuk meningkatkan kapasitas dan kompetensinya dalam penetaan gen pengkode resistensi antibiotik di University of Helsinki. Melakukan publikasi ilmiah bersama antara University of Helsinki dan BPPT, termasuk menyelenggarakan joint symposium di akhir kegiatan riset bersama terkait resistensi antibiotik di Indonesia.
Eniya mengungkapkan, di peternakan penggunaan antibiotik dilakukan masif, sehingga mikroba tersebar. Saat ini lanjutnya, Indonesia menghadapi persoalan resistensi antibiotik. Dokter kerap kali memberi antibiotik dan sudah jadi budaya di masyarakat. Alhasil terjadi kekebalan terhadap tubuh. Bakteri yang resisten terhadap antibiotik menyebabkan kerusakan dan penderitaan bagi anak-anak maupun orang dewasa yang menderita infeksi umum (common infection) yang sebelumnya dapat disembuhkan menggunakan antibiotik.
Saat ini, zat antibiotik itu sudah mencemari lingkungan, terutama di sungai-sungai di Indonesia yang sering digunakan sebagai tempat pembuangan zat-zat yang mengandung antibiotik. Pembuangan diduga banyak dilakukan oleh fasilitas kesehatan, peternakan dan perikanan yang menggunakan antibiotik. Penelitian awal akan dilakukan di dua sungai yang diduga kuat tercemar zat antibiotik yaitu Cisadane dan Kalicode. (red/ju)