Di era digital ini, kebutuhan komunikasi dan internet sudah menjadi kebutuhan primer dan bersanding dengan kebutuhan pokok lainnya, seperti sandang dan papan. Bahkan menurut penemuan Nielsen, perusahaan informasi dan pengukuran global, alokasi biaya untuk komunikasi dan internet menjadi lebih besar ketimbang pendidikan.
“Secara global, rata-rata alokasi biaya pendidikan adalah 8 persen dari anggaran bulanan. Alokasi ini (pendidikan) berada di antara empat alokasi pengeluaran utama setelah makanan dan minuman (18 persen), perumahan (16 persen), dan telepon/internet (9 persen),” tulis Nielsen dalam siaran persnya, Senin (23/9).
Nielsen memandang, urusan komunikasi dan internet menjadi salah satu halangan dalam tiap rumah tangga, mengalokasikan anggarannya untuk pendidikan. Ironinya lagi, setengah dari responden Nielsen di seluruh dunia mengatakan, mereka tidak mampu membiayai pendidikan di tempat tinggalnya. Mereka di antaranya, tiga perempat konsumen Brasil sebesar 76 persen di tempat teratas, lalu diikuti Uni Emirat Arab 66 persen, dan Arab Saudi 64 persen.
Kendati demikian bila dilihat non-global, pengeluaran bulanan untuk pendidikan di banyak negara berkembang melebihi rata-rata global, termasuk Indonesia. Responden dari tanah air mengatakan, mereka mengalokasikan anggaran pendidikan perbulannya hingga 14,1 persen.
“Indonesia berada di urutan Top 10 teratas dengan 80 persen responden mengatakan bahwa mereka lebih memilih untuk membeli produk dari perusahaan yang mendukung prakarsa-prakarsa pendidikan.” kata Nielsen.
Penelitian yang dilakukan Nielsen Global Survey of Education Aspirations ini berdasarkan survei terhadap lebih dari 29 ribu responden online yang tersebar di 58 negara. Ini dilakukan mereka guna mengukur sentimen konsumen mengenai kesempatan di semua jenjang pendidikan dan hubungannya dengan perbaikan pekerjaan dan pendapatan. (marcapada@yahoo.com)