HMD Global Indonesia akan memperkuat penjualan Nokia di Pulau Jawa pada tahun 2019. Head of Marketing HMD Global Indonesia Miranda Vania Warokka mengatakan respon penjualan Nokia 5.1 Plus dan Nokia 6.1 Plus sangat bagus di Indonesia, mengingat pemesanan kedua dua ponsel itu sudah ludes sebelum masa preorder habis.
“Kami akan terus meluncurkan sejumlah ponsel Nokia untuk segmen pasar menengah. Sejauh ini penjualan terbesar kami masih secara offline atau pasar tradisional dengan 70-75 persen,” kata Miranda.
“Hampir 40-50 persen kontribusi penjualan Nokia Indonesia masih berasal dari Jabodetabek. Tahun depan, Kami akan fokus secara keseluruhan dengan memperkuat di Pulau Jawa,” ucapnya.
Sebagai informasi, di Indonesia harga Nokia 5.1 Plus Rp 2,599 juta sementara harga Nokia 6.1 Plus Rp 3,399 juta.
Nokia 5.1 Plus memiliki desain yang sedikit melengkung dan memiliki layar sedikit lebih lebar dari pesaing di kelasnya. Nokia 6.1 Plus sangat cocok untuk para content creator yang lebih condong menggunakan video dibanding foto.
“Kita ada yang namanya Bothie. Jadi kalau bikin video itu bisa tampak depan dan belakang sekaligus. Untuk 6.1 Plus kita gunakan kamera depan 16 MP dan dual kamera belakang 5 MP+16 MP,” ucapnya.
Peluncuran Selalu Telat
HMD Global pun mengakui telat memasukan smartphone-smartphone terbarunya ke Indonesia termasuk Nokia 6.1 Plus karena Nokia kesulitan untuk memenuhi regulasi pemerintah terkait Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) 4G.
“Kalau mungkin teman-teman merasa mengapa Nokia lama masuk ke Indonesia, karena memang kami kesulitan memenuhi TKDN. Kami berusaha komplain dengan TKDN. Ada beberapa hal yang memang prosesnya tidak semudah dengan yang dibayangkan,” kata Miranda Warokka (Marketing Head Nokia Indonesia, HMD Global).
Miranda mengatakan peraturan TKDN yang sulit menjadi salah satu alasan mengapa Nokia lebih cepat merilis ponsel terbarunya di negara lain semisal India atau China ketimbang di Indonesia.
“Prosesnya sangat rumit dan menjadi syarat sah sebuah ponsel 4G masuk ke Indonesia,” ujarnya.
Untuk TKDN, Nokia sendiri mencoba memenuhi aturan lewat skema software dan hardware. Untuk software ada aplikasi asal Indonesia yang dibenamkan dalam ponsel Nokia semisal Babe. Sedangkan untuk hardware, ia mengatakan ponsel Nokia dirakit lewat pihak ketiga di Batam.
“Sisanya saya kurang tahu detailnya bagaimana. Tapi kami punya factory di Batam. Perlu diketahui juga kami adalah HMD Global dan Nokia adalah sebuah lisensi. Jadi ada sedikit hal yang prosesnya lebih panjang,” ungkap Miranda.
Pemerintah menerapkan Aturan 3 skema Aturan TKDN ponsel 4G. Pertama, sesuai dengan Pasal 4 yang merinci bahwa vendor mesti memenuhi beberap aspek yakni aspek manufaktur 70 persen, aspek riset dan pengembangan 20 persen dan aspek aplikasi 10 persen.
Kedua, pemenuhan TKDN dapat disesuaikan dengan cara yang terdapat dalam Pasal 23 ayat (1), yaitu aspek manufaktur 10 persen aspek riset dan pengembangan 20 persen dan aspek aplikasi 70 persen.
Ketiga, dalam Pasal 25, dimuat penjelasan mengenai pemenuhan TKDN melalui komitmen dan realisasi investasi.