Oleh: Brad Glosserman (wakil direktur dan profesor tamu di the Center for Rule Making Strategies di Universitas Tama serta penasihat senior di Pacific Forum. Dia adalah penulis “Peak Japan: The End of Great Ambitions)
Belum lama ini, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson telah menantang Presiden Amerika Serikat Donald Trump dengan keputusannya untuk melawan peringatan dari Presiden AS itu dan memungkinkan Huawei, raksasa telekomunikasi Tiongkok, untuk menjadi bagian dari infrastruktur telekomunikasi 5G generasi berikutnya di Inggris.
Kontroversi seputar peran Huawei dalam jaringan telekomunikasi nasional adalah ungkapan paling langsung dari apa yang saya sebut “keamanan ekonomi nasional baru,” dan memberikankan wawasan ke dalam serangkaian masalah yang lebih besar yang akan dihadapi oleh pemerintah, perusahaan dan masyarakat dalam era konektivitas yang sangat dalam dan erat, serta big data yang dihasilkannya.
Dorongan untuk menolak akses Huawei ke jaringan telekomunikasi 5G mencerminkan tiga masalah: Pertama, ketakutan bahwa peralatannya dapat digunakan untuk mengamati data yang ditransmisikan (spionase); Kedua, takut bahwa perusahaan itu dapat memanipulasi data atau memasang “kill switch” yang akan menyebabkan peralatan gagal dalam krisis internasional, yang keduanya akan merusak jika tidak melumpuhkan sistem komunikasi (sabotase);
Ketiga, khawatir Huawei akan mendapat manfaat dari hubungan khusus dengan pemerintah Cina yang memberikan keuntungan tidak adil dalam persaingan pasar. Keuntungan itu tidak hanya memfasilitasi penyebaran produk-produk Huawei, memperbesar bahaya pertama dan kedua, tapi juga memotong perusahaan-perusahaan lain karena mereka berusaha untuk menghasilkan pendapatan untuk mempertahankan daya saingnya.
Mengapa Kita Harus Kuatir Dengan Huawei?
Kasus terhadap Huawei terletak pada beberapa tuduhan. Pertama, perusahaan ini tidak dapat dipercaya karena pendiri dan beberapa eksekutif seniornya bekerja untuk militer Cina.
Kedua, ada asumsi kesatuan kepentingan antara perusahaan Cina dan pemerintah di Beijing, tautan yang diperkuat oleh hukum Tiongkok, yang mengharuskan perusahaan untuk menyediakan data kepada pemerintah saat diminta. National Cyber Security Center Inggris menyimpulkan bahwa negara Tiongkok “dapat memaksa siapa pun di Tiongkok untuk melakukan apa saja (yang sekarang mereka kodifikasikan dalam Undang-Undang Intelijen Nasional).”
Ketiga, Huawei telah didakwa dengan, dan telah menyelesaikan kasusnya, tuduhan pencurian kekayaan intelektual.
Keempat, Amerika Serikat menuduh bahwa Huawei telah bekerja sama dengan badan keamanan Cina, sebuah tuduhan yang dilaporkan tekah disampaikan kepada pemerintah Jerman akhir tahun 2019 lalu.
Pembelaan Huawei
Namun para pembela Huawei telah menangkis setiap tuduhan itu. Pendiri Huawei, Ren Zhengfei tidak menyangkal sejarahnya dengan Tentara Pembebasan Rakyat Cina. Tapi ia menegaskan bahwa perusahaannya itu independen terhadap pemerintah Cina. Para eksekutif senior Huawei juga telah mengatakan bahwa mereka tidak akan membangun pintu belakang (back door) ke dalam produk mereka atau menyerahkan data.
Huawei juga telah menawarkan adanya perjanjian “tanpa mata-mata” dengan pemerintah yang membeli produknya. Di Inggris, yang telah menggunakan peralatan Huawei sebelum keputusan 5G dari pemerintah, Huawei mendirikan Huawei Cyber Security Evaluation Center yang dikelola oleh anggota agen mata-mata telekomunikasi Inggris. Lembaga ini mengeluarkan laporan berkala tentang produk Huawei.
Akhirnya, para pembela Huawei mencatat bahwa tidak ada bukti yang tersedia secara publik untuk mendukung tuduhan spionase terhadap Huawei.
Mana yang benar, terletak di suatu tempat di tengahnya. Patut diperhatikan, tidak ada perusahaan yang dapat menolak pemerintah dari yurisdiksi di mana ia beroperasi ketika secara hukum menuntut informasi. Itu sama benarnya seperti yang berlaku di AS dan juga di Cina. Selain itu, struktur kepemilikan Huawei tidak transparan dan hukum Tiongkok mengharuskan sel Partai Komunis ada dalam manajemen operasional semua perusahaan dengan lebih dari tiga anggota Partai.
Dan terlepas dari “pernyataan sehat” yang diterima Huawei di Inggris – tanggapan terhadapnya beragam; yang paling baru adalah ditemukannya masalah kekurangan keamanan yang serius, tapi tidak ada yang dianggap sengaja direkayasa. Namun, tetap saja tidak ada yang dapat mencegah sabotase di masa depan. Perangkat keras dan perangkat lunak Huawei mendapatkan pembaruan otomatis secara berkala, yang dapat menimbulkan kerentanan.
Ada 2 hal yang membuat saat berhadapan dengan Huawei jadi sangat problematis. Pertama, perusahaan ini adalah vendor peralatan telekomunikasi terbesar di dunia, dengan penjualan di lebih dari 170 negara. Produk-produknya merupakan bagian integral dari jaringan 3G dan 4G di seluruh dunia dan peningkatan sistemnya selalu dibangun berdasarkan komponen yang ada.
Kebijakan apa pun yang berupaya mengeluarkan Huawei dari jaringan 5G akan membutuhkan pencabutan sistem yang ada, yang akan membuat biaya pemutakhirannya jauh lebih mahal. Satu studi memperkirakan akan ada kenaikan yang berkisar antara 14 hingga 42 persen di Australia, sementara yang lain menghitung bahwa Selandia Baru harus membayar 15-35 persen lebih tinggi. Ini membuat daya saing dari harga yang ditawarkan Huawei semakin mencolok. Hal yang sangat penting bagi keberhasilan penawaran 5G, terutama untuk negara-negara berkembang yang berupaya membangun infrastruktur dengan harga serendah mungkin.
Satu pelajaran penting yang dapat diambil dari realitas dasar ini, yang berlaku untuk semua seruan untuk menolak pertolongan atau bantuan dana Tiongkok, adalah bahwa mencela perusahaan atau pemerintah kreditor saja tidak cukup. Seruan oleh AS (atau tuntutan) untuk menolak uang Tiongkok atau produknya hanyalah sia-sia, tanpa adanya alternatif yang realistis. Anda tidak bisa mengalahkan sesuatu tanpa memiliki apa-apa.
Masalah kedua, adalah kehadiran luas Huawei, tidak hanya di seluruh dunia tapi di setiap bagian dari jaringan telekomunikasi. Ini berarti bahwa risiko yang ditimbulkannya tidak dapat dihilangkan. Sebaliknya, mereka harus dikelola dan ini adalah pelajaran utama kedua. Tidak peduli vendor mana yang digunakan, kerentanan akan tetap ada. Larangan bukanlah jawabannya. Direktur Jenderal MI5, dinas intelijen domestik Inggris, telah membuat argumen yang sama, menegaskan bahwa peran Huawei dan risiko yang ditimbulkannya dapat dikelola.
Namun, sektor swasta tertinggal dalam pemahaman ini. Di dunia 5G, jaringannya begitu mengakar dalam kehidupan sehari-hari sehingga tidak bisa dibedakan dari kehidupan itu sendiri. Ini adalah satu ungkapan “ekonomi keamanan nasional yang baru,” di mana semua perusahaan harus waspada dan menanggapi risiko-risiko ini. Besarnya tantangan itu belum meresap betul di kalangan ini.
Solusi ala Jepang
Jepang telah memilih untuk melarang penggunaan semua peralatan telekomunikasi yang menimbulkan risiko keamanan nasional dalam kontrak pengadaan pemerintah. Jepang juga telah mengidentifikasi 14 bidang infrastruktur, seperti keuangan dan perjalanan udara, yang akan dilindungi. (Arahan pemerintah Jepang ini tidak menyebutkan nama perusahaan).
Penyedia telekomunikasi domestik mengatakan bahwa mereka tidak akan menggunakan Huawei di jaringan 5G mereka. Itu dapat menyebabkan masalah bagi Softbank, satu-satunya penyedia domestik dengan Huawei dalam sistem 4G-nya. Terlebih lagi, Softbank sedang bekerja sama dengan Huawei pada uji coba 5G dan saat ini sedang menilai bagaimana untuk melanjutkannya.
Namun, pemerintah Jepang tampaknya telah mempelajari pelajaran pertama itu, dan menawarkan keringanan pajak kepada perusahaan yang berinvestasi dalam 5G. Pedomannya masih disusun, dengan keamanan harus menjadi bagian integral dari aturan final.
Ada dimensi penting lain dari pemikiran Tokyo: keinginan untuk membangun kepercayaan di antara mitra keamanan dan mendorong masuknya Jepang ke dalam jaringan intelijen “Five Eyes.” Koalisi itu dibentuk pada masa-masa awal Perang Dingin dan mencakup lima negara Anglophone (Bahasa Inggris sebagai bahasa nasional) yaitu Australia, Kanada, Inggris, Selandia Baru, dan AS (yang keanggotaannya telah diperbaiki), meskipun baru-baru ini informasi mengenai masalah-masalah tertentu sedang dibagikan di antara kelompok negara yang lebih luas, dengan Jepang masuk di antara mereka. Jepang telah lama berusaha untuk secara resmi bergabung dengan grup ini.
Tiga anggota dari “Five Eyes”, yaitu Australia, Selandia Baru, dan AS, secara efektif telah melarang Huawei dari jaringan 5G mereka. Presiden AS Donald Trump dilaporkan telah menelepon PM Inggris Boris Johnson untuk memperingatkannya bahwa kehadiran Huawei di jaringan Inggris akan memaksa Washington untuk menilai kembali hubungan berbagi intelijennya dengan London. Itu akan menjadi ujian untuk “hubungan khusus AS-Inggris.” Tapi itu hal yang dapat diperbaiki. Tes sebenarnya adalah bagaimana negara-negara beradaptasi dengan realitas dunia 5G, dunia di mana Huawei adalah risiko yang paling jelas dan langsung.
Sumber: Japantimes.co