Jakarta, ItWorks- Dalam rangka mendukung eksistensi dan kelangsungan dunia usaha yang terdampak Covid-19, pemerintah telah memberikan stimulus ekonomi berupa pemberian insentif pajak. Namun hingga kini, masih banyak pelaku usaha selaku wajib pajak yang belum memanfatkannya.
Tak dapat dipungkiri dampak pandemi Covid-19 sangat luar biasa, di mana seluruh dunia juga ikut merasakannya. Sampai saat ini, sudah lebih dari setengah juta orang meninggal dunia akibat virus Covid-19 ini. Akibat pandemi juga banyak sekali, mulai dari dampak sosial, seperti meningkatnya pengangguran, banyak pengawai di lay off, di kalangan pelaku usaha terjadi restrukturisasi modal, kredit dan aspek lain yang berdampak luas terhadap perekonomian.
Dari sisi pajak, banyak pelaku usaha sebagai wajib pajak yang kini dalam kondisi sulit. Di satu sisi dia harus mempertahankan eksistensi usahanya, di sisi lain, di mata undang undang pajak, mereka juga harus memenuhi kewajiban membayar pajak dalam kondisi yang sulit ini. “Menyikapi hal itu, pemerintah akhirnya memberikan keringanan melalui insentif pajak, menunda pembayaran, bahkan pajak ditanggung pemerintah, hingga pembebasan pajak. Namun pada kenyataannya, hingga kini masih banyak wajib pajak yang belum memanfaatkan insentif ini. Karena itu saya mengajak semua wajib pajak bisa memanfaatkannya. Melalui seminar online ini, saya berharap para wajib pajak bisa mengetahui dan bisa menikmati fasilitas yang diberikan pemerintah ini,” ujar Kepala Kanwil DJP Bali, Goro Ekanto saat memberi sambutan pada pembukaan Seminar Online Perpajakan “Strategi Bisnis dan Pemanfaatan Insentif Pajak di Era New Normal” yang berlangsung hari ini (09/07/2020).
Seminar yang diselenggaraka oleh Kanwil DJP Bali ini, merupakan bagian dari Sosialisasi Online kepada masyarakat luas, khususnya Pelaku Usaha di Bali untuk memanfaatkan Insentif Pajak yang telah disiapkan oleh Pemerintah. Seminar ini menghadirkan Dirjen Pajak Suryo Utomo sebagai keynote speaker dan tiga narasumber, yakni Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo, pengamat ekonomi yang juga Pemimpin Redaksi TopBusiness M. Lutfi Handayani, dan Kasubdit Peraturan PPh Ditjen Pajak Wahyu Santosa.
Dalam kesempatana itu, Dirjen Pajak Suryo Utomo melalui rekaman video mengungkapkan, di tengah pandemi Covid-19, pemerintah telah mengambil langkah-langkah luar biasa untuk menjaga stabilitassi ekonomi dan keuangan. Di bidang perpajakan, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan berupa insentif pajak. Pemanfaatan insentif ini antara lain akan meringankan beban badan pelaku usaha dan juga mempertahan daya beli masyarakat.
Begitu juga bagi kalangan dunia usaha, diharap dengan adanya relaksasi dan insentif ini, kegiatan usaha tetap berjalan dan PHK juga dapat dihindari.Dengan demikian, diharapkan mereka tetap bisa menjalankan kegiatan usaha, produktivitas bisa ditingkatkan yang pada gilirannya akan mendorong perputaran roda perekonomian nasional.
“Akan tetapi, pemanfaatan insentif oleh wajib pajak masih sangat kecil. Kendati pemerinta telah mengalokasikan insentif bagi wajib pajak terdampak Covid-19 sebesar Rp 120,6 triliun, namun hingga saat ini baru sekitar 10 persen yang terpakai. Padahal, pemanfaatan insentif itu bisa meringankan beban pelaku usaha dan turut mendorong pemulihan perekonomian nasional,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Suryo Utomo mencontohkan pemanfaatan insentiof di Provinsi Bali, di mana sampai akhir Juni 2020 baru sekitar 15 ribu permohonan yang memanfaatkannya dari semua jenis insentif pajak yang disediakan. “Angka tersebut masih sangat kecil bila dibandingkan dengan jumlah wajib pajak aktif yang ada di provinsi tersebut yang hampir sekitar 400 ribu wajib pajak,” tambahnya.
Adapun insentif pajak yang bisa dimanfaatkan masyarakat, di antaranya ada pajak karyawan atau PPh Pasal 21 yang ditanggung pemerintah. Dalam hal ini, karyawan di era pandemi ini dapat menerima penghasilan secara penuh, tanpa dipotong pajak. Kedua, pajak untuk pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) untuk PPh Final UMKM juga dibebaskan pemerintah. “Bagi pelaku usaha lain, pemerintah membebaskan PPh pasal 22 Impor serta pengurangan PPh pasal 25 atau setoran masa dan relaksasi pengembalian pendahuluan untuk PPN yang semuanya diharapkan bisa membantu cashflow para pelaku usaha,” ujarnya.
Di samping insentif tersebut, pemerintah juga sudah menurunkan PPh khususnya untuk wajib pajak badan dari 25 persen menjadi 22 persen di tahun ini dan tahun 2021. Kemudian tarif pajak itu akan turun lagi menjadi 20 persen mulai tahun 2022.
Ditambahkan, untuk meningkatkan upaya bersama dalam memerangi wabah Covid-19, pemerintah juga telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No 29 tahun 2020 yang memberikan berbagai insentif pajak bagi masyarakat yang bergotong royong membantu upaya nasional dalam penanggulangan Covid-19.
“Bagi wajib pajak dalam negeri yang memproduksi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga untuk penanganan Covid-19 di Indonesia seperti handsanitiser, masker bedah, respirator N95, sarung tangan bedah dan pakaian pelindung diri, pemerintah memberi insentif tambahan berupa pengurangan penghasilan netto sebesar 30 persen dari biaya produksi yang dikeluarkan,” ujar dia.
Pembiacara Yustinus Prastowo mengungkapkan, bagaimana pun kesadaran wajib pajak harus terus dibangun dan ditingkatkan. Pajak memiliki peran penting sebagai instrument untuk kelangsungan pembangunan. Pihaknya juga berharap mumpung saat ini sedang pandemi dan pemerintah juga memberikan insentif, agar pelaku usaha, termasuk UKM bisa memanfaatnya dengan baik. “Kemungkinan ke depan masih ada insetif lain dari pemerintah untuk pelaku usaha, termasuk bagi bisnis UKM, seperti channeling kredit, dan lainnya,” ujar Yustinus Prastowo.

Sementara itu, sementara M. Lutfi Handayani memaparkan dampak Covid-19 terhadap ekonomi dan bisnis (dunia usaha). Pandemi Covid-19 lanjutnya, bukan hanya berdampak pada kesehatan masyarakat, namun juga dampak luar biasa pada hampir seluruh sektor kehidupan ekonomi masyarakat. Kebijakan pemerintah untuk mengurangi aktivitas masyarakat di luar rumah sebagai upaya mencegah penyebaran Covid-19, telah menimbulkan dampak besar terhadap keberlangsungan industri dan dunia usaha di Indonesia.
Mengutip riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Kemenaker, dan LD FEB UI, akibat pandemi, sebanyak 41 persen pengusaha hanya dapat bertahan empat (4) bulan. Sebanyak 24 persen pengusaha mampu bertahan selama 3-6 bulan, 11 persen mampu bertahan selama 6-12 bulan ke depan, dan 24 persen mampu bertahan lebih dari 12 bulan.
Sementara dampak Covid-19 pada usaha mandiri membuat usaha menjadi terhenti dan sebagian mengalami penurunan produksi. Sebanyak 40 persen usaha mandiri terhenti kegiatan usahanya, dan 52 persen mengalami penurunan kegiatan produksi. “Ini menunjukkan betapa luar biasa dampak dari pandemic covid-19 ini bagi dunia usaha, termasuk dampaknya pada sektor tenaga kerja dan pengangguran. Karena itu, dukungan insentif dan skenario penyelamatan bagi dunia usaha, termasuk pelaku UMKM sangat penting,” tandasnya . (AC)