Jakarta, ITWorks- Mengantisipasi banjir yang belakangan terjadi di mana-mana, Badan Standardisasi Nasional (BSN) baru saja menetapkan SNI 3432:2020 Tata cara penetapan banjir desain dan kapasitas pelimpah untuk bendungan. Hal ini penting sebagai referensi pemangku kepentingan dalam pengelolaan bendungan, yang salah satu fungsinya untuk mengendalikan banjir.
Curah hujan yang tinggi seperti saat ini, mengakibatan potensi banjir yang masih mengkhawatirkan. Keberadaan bendungan diharapkan bisa menjadi efektif dalam pengendalian banjir. Di balik manfaat yang besar, bendungan jika tidak dikelola denga baik, juga menyimpan potensi bahaya besar yang dapat mengancam kehidupan manusia dengan kerugian materi serta jiwa manusia.
Deputi Bidang Pengembangan Standar BSN, Nasrudin Irawan di Jakarta pada Rabu (10/2/2021) mengatakan, mengantisipasi hal ini BSN menetapkan SNI untuk memberikan perlindungan pada masyarakat, terlebih pada musim hujan yang saat ini makin tinggi yang berpotensi banjir.
“SNI 3432:2020 merupakan standar revisi dari SNI 03–3432-1994, Tata cara penetapan banjir desain dan kapasitas pelimpah untuk bendungan,” ujar Nasrudin dilansir dalam siaran pers Humas BSN, baru-baru ini.
Disebutkan, SNI tersebut diajukan oleh Dirjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR sebagai kebutuhan mendesak pada akhir Oktober 2020 dan ditetapkan BSN pada awal Januari 2021, proses perumusan sekitar 2,5 bulan.
Bendungan yang dimaksud dalam SNI 3432:2020, terangnya, adalah bangunan yang berupa urukan tanah, urukan batu, dan beton, yang dibangun selain untuk menahan dan menampung air, dapat pula untuk menahan dan menampung limbah tambang, atau menampung lumpur sehingga terbentuk waduk.
Selain sebagai pengendali banjir, bendungan juga dapat dimanfaatkan sebagai tempat pariwisata, pembangkit listrik tenaga air, perikanan keramba apung, irigasi, dan sumber air baku. Bendungan yang ditujukan khusus untuk pengendali banjir disebut bendungan kering seperti yang pertama kali dibangun di Ciawi sebagai pengendali banjir sungai Ciliwung.
Dalam SNI tersebut juga ditentukan tipe, ukuran dan tinggi bendungan ke dalam dua tipe utama, yaitu bendungan urukan, termasuk komposit dan bendungan urukan membran beton (concrete face earth rockfill dam), serta bendungan beton.
“Bendungan urukan dibagi lagi dalam dua kelompok ukuran bendungan yakni bendungan kecil dan besar. Bendungan kecil berukuran tinggi kurang dari 5 meter sampai dengan 15 meter. Bendungan besar berukuran 15 sampai dengan diatas 75 meter,” ujar Nasrudin.
Sementara, pengertian banjir desain yakni aliran masuk (inflow) ke waduk dalam jangka waktu terbatas (beberapa jam atau hari) yang dipakai dalam desain bendungan.
Penetapan banjir desain menjadi sangat penting karena penghitungan yang salah dapat bisa menimbulkan risiko bendungan, termasuk jebolnya bendungan atau yang disebut dengan runtuhan bendungan.
Oleh karenanya, dalam SNI ini mensyaratkan untuk dilakukannya penelusuran aliran air yang sepanjang jalur itu kemungkinan terdapat wilayah yang memiliki pola banjir berulang serta wilayah di sekitar hilir yang terdapat permukiman penduduk dan/atau kegiatan sosial dan ekonomi, baik yang sudah berkembang maupun yang akan dibangun, dan tempat sekelompok orang berkumpul. Juga wilayah yang terdapat cagar alam atau cagar budaya.
“Untuk wilayah-wilayah tersebut perlu ada kebijakan bersama sehingga dapat menghilangkan risiko karena pelimpahan air atau yang lebih berat terkena reruntuhan bendungan diakibatkan bendungan tidak pernah dikelola dengan baik, yang kemudian menimbulkan erosi di bawah sekitar bendungan atau menerima debit air yang melimpah yang tidak terkontrol,” ujar Nasrudin.
Oleh karenanya, dengan penentuan wilayah-wilayah tersebut dan kita tetapkan banjir desainnya atau kapasitas pelimpah, risiko bendungan di hilir bisa dihindari. Menurut Nasrudin kondisi awal (initial condition) merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan besarnya kapasitas pelimpah.
“Kapasitas pelimpah pada bendungan urukan ditetapkan berdasarkan hasil analisis penelusuran banjir desain yang dimulai pada kondisi muka air waduk normal atau pada elevasi puncak mercu pelimpah untuk bendungan tanpa pintu,” ungkapnya.
Untuk menentukan ukuran bendungan dengan menghitung dulu banyaknya debit air puncak banjir yang harus ditampung selama periode ulang 100 tahun.
Dengan pengelolaan bendungan yang baik sesuai SNI 3432:2020, kita berharap bendungan bisa bekerja dengan baik sebagai fungsi penanggulangan banjir maupun manfaat ekonomi lainnya.
Terkait pengendalian banjir harus dilakukan secara terpadu diantaranya berupa pemanfaatan keberadaan bendungan, situ dan kolam pengumpul air hujan sebagai pengendali banjir, pencegahan penggundulan hutan, penanaman pohon kembali, serta masih terdapat potensi besar yang belum terkelola secara optimal yaitu pemanfaatan sumur resapan. Keberadaan sumur resapan ini sudah diatur dalam Permenneg LH no 12 tahun 2009 dan dipersyaratkan dalam IMB. BSN juga telah menetapkan SNI 8456:2017 Sumur dan Parit Resapan Air Hujan.
Masyarakat dapat memilih bentuk dan melakukan inovasi terkait sumur resapan, bahkan sekarang ada inovasi sumur resapan bertekanan dengan biaya yang relative murah, tidak perlu lahan yang memadai, serta masih berkinerja baik meskipun muka air tanahnya dangkal atau di daerah genangan. Bahkan sumur resapan bertekanan ini dapat memanfaatkan sumur pantek bekas yang tidak terpakai.
Sebagai contoh, apabila semua rumah atau bangunan yang menutup permukaan tanah di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung dipastikan menggantikan resapan air dengan membuat sumur resapan secara proporsional, maka akan terjadi pengurangan banjir secara signifikan di wilayah Jakarta. (AC)