Indonesia mengingatkan arti penting keamanan digital dan kemampuan mengatasi kesenjangan digital yang mungkin terjadi.
“Meski pandemi COVID-19 telah mempercepat adopsi teknologi digital, kekhawatiran tentang keamanan digital, akses internet yang bermakna, serta pengoptimalan data internet tetap relevan,” kata Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G.Plate dalam pertemuan pertama Digital Economy Working Group (DEWG) G20 secara hibrida dari Hotel Aruna Senggigi, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, Selasa, 29/03/2022.
Oleh karena itu, Indonesia berupaya untuk melanjutkan diskusi tentang topik digital sebagai sarana untuk memandu pemulihan global yang lebih kuat melalui pemanfaatan teknologi digital.
Menkominfo menyebutkan saat ini terdapat lebih dari 75 persen pemimpin global di sektor publik dan swasta menganggap kemampuan digital organisasi secara signifikan membantu pengembangan ketahanan organisasi. “Berdasarkan laporan Deloitte pada 2021, ini termasuk kemampuan untuk pulih lebih cepat dari guncangan mendadak seperti pandemi COVID-19,” ungkapnya.
Baca: 3 Agenda Prioritas Digital Economy Working Group G20
Merujuk laporan UNCTAD pada 2021, Indonesia mengajak seluruh delegasi dalam Forum DEWG G20 mempertimbangkan meningkatnya kesenjangan dalam kesiapan digital, seperti kurangnya akses ke jaringan pita lebar seluler (mobile broadband) yang masih terjadi pada 23 persen populasi di Least Developing Countries (LDCs).
“Potensi kesenjangan yang relevan harus diatasi terkait dengan masalah konektivitas dan pemulihan pasca-COVID-19, keterampilan digital dan literasi digital, serta Aliran Data Bebas dengan Kepercayaan (DFFT) dan Aliran Data Lintas Batas (CBDF),” kata Menkominfo.
“Dalam kaitannya dengan upaya pemanfaatan konektivitas digital, keterampilan digital dan literasi digital memainkan peran mendasar. Khususnya dalam mempersiapkan masyarakat untuk memanfaatkan ekosistem digital secara produktif secara inklusif, memberdayakan, dan berkelanjutan,” tambahnya.
Data International Data Corporation (IDC) pada 2021 memperkirakan pembuatan dan replikasi data global akan menikmati pertumbuhan tahunan gabungan sebesar 23 persen pada perkiraan 2020-2025. Sedangkan pada tahun 2025, 80 persen data global diperkirakan akan diambil dan dimiliki oleh sektor swasta. Selain itu, 49 persen dari data global ini juga diperkirakan dihasilkan dan dioperasionalkan dalam lingkungan komputasi awan (cloud) publik.
Pertumbuhan ekonomi digital telah mendorong peningkatan penggunaan data untuk pembangunan dan menuntut penerapan tata kelola data. Oleh sebab itu, Indonesia turut mengapresiasi Forum DEWG G20 yang telah mengambil pendekatan yang berani untuk memfasilitasi diskusi tentang tata kelola data global.














