Satelit Republik Indonesia-1 atau Satria-1 sukses meluncur pada pada Senin 19/06/2023, pukul 18.21 waktu Florida, AS atau pukul 05.21 WIB. Satria-1 akan menempati orbit 146 derajat BT, tepat di atas Pulau Papua. Dengan peluncuran Satria-1 diharapkan bisa mendukung akselerasi transformasi digital nasional.
Satelit ini merupakan satelit multifungsi pertama milik pemerintah dengan kapasitas terbesar di Asia.
Pelaksana tugas (Plt) Menteri Komunikasi dan Informatika Mahfud MD mengungkapkan, Satria-1 merupakan satelit internet pertama milik Indonesia yang diluncurkan dengan Roket Falcon 9 milik SpaceX.
“Fungsi Satria-1 adalah untuk meratakan akses internet, terutama untuk keperluan pendidikan, kesehatan, layanan publik, untuk masyarakat, TNI, Poldi di seluruh wilayah tanah air, khususnya di daerah tertinggal, terdepan dan terpencil (3T),” ungkapnya dalam keterangan resminya Senin (19/6/2023).
Satria-1 merupakan proyek strategis nasional untuk memberikan layanan publik di daerah 3T. “Terutama untuk sekolah, rumah sakit, kantor pemerintah di daerah 3T, pos Polri dan TNI di berbagai daerah terpencil, terluar dan tertinggal,” jelasnya.
Rencananya, satelit ini bisa memfasilitasi layanan internet di 50.000 titik fasilitas publik, dengan kecepatan hingga 4 Mbps.
Plt Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Kominfo Arief Tri Hardiyanto mengungkapkan, setelah peluncuran ini, Satria-1 akan dipantau oleh Thales Alenia Space untuk memastikan seluruh perangkat berfungsi dengan baik.
“Semoga seluruh tahapan berjalan lancar hingga nanti bisa menempati orbit pada November 2023”, harapnya.
Kepala Badan Litbang SDM Kementerian Komunikasi dan Informatika Hary Budiarto menambahkan, setelah satelit menempati orbitnya, akan dilakukan serangkaian test dan commisioning. Diharapkan pada minggu keempat Desember 2023, Satria-1 siap memberikan layanan (ready of service).
Hary menjelaskan konektivitas digital untuk negara kepulauan seperti Indonesia mempunyai tantangan tersendiri. Menurutnya, penggelaran teknologi fiber optik untuk memenuhi bandwith wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T) serta lokasi-lokasi layanan publik tidak selamanya feasible dilakukan di negara kepulauan.
Seperti di Indonesia yang memiliki sekitar 17.000 pulau. Hal itu terutama dari aspek teknis, waktu, dan biaya.
“Sehingga teknologi satelit adalah solusi dalam menginklusikan masyarakat dalam digitalisasi, terutama dalam kepentingan edukasi dan ekonomi digital,” jelasnya saat Nonton Bareng Siaran Langsung Peluncuran SATRIA-1 dari Skyworld TMII Jakarta Timur, Senin, 19/6/2023.
Satelit Satria-1 merupakan milik pemerintah namun akan dikelola oleh PT Satelit Nusantara Tiga dengan mekanisme build, operation and transfer (BOT). Setelah 15 tahun asetnya akan diambil alih pemerintah.
Komisaris PT Satelit Nusantara Tiga, Eri Riana Harjapamekas menyampaikan, dalam proses pembangunan satelit Satria-1 secara keseluruhan pihaknya mengerahkan 80 insiyur terpilih dan sebagian besar adalah generasi muda.
Jumlah itu tersebar antara lain di Thales Alenia Space sebanyak 10 orang, memantau proses di Space X 2 orang, mencermati pekerjaan HNS dan KD sebanyak 8 orang, dan selebihnya terlibat dalam pekerjaan perangkat lunak dan jaringan bumi.
Direktur Utama PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN) Adi Rahman Adiwoso mengatakan, Satria-1 adalah proyek kerjasama pemerintah dengan badan usaha (KPBU). Nilai investasi pengadaan satelit multifungsi Satria-1 mencapai US$ 540 juta atau setara Rp 7,7 triliun.
Untuk melengkapi satelit ini, pemerintah membangun 11 stasiun bumi sebagai penghubung. Ke-11 stasiun bumi itu berlokasi di Cikarang, Batam, Banjarmasin, Tarakan, Pontianak, Kupang, Ambon, Manado, Manokwari, Timika dan Jayapura.
Baca juga: Lengkapi Palapa Ring, SATRIA-1 Hadirkan Akses Internet Layanan Publik di Wilayah 3T