Sebagian besar pengguna pinjaman online atau dalam jaringan (pinjol) dan pay later merupakan penduduk yang masuk kategori unbanked dan underbanked.
Demikian disampaikan Peneliti ekonomi digital Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda dalam Diskusi Publik “Bahaya Pinjaman Online Bagi Penduduk Usia Muda” secara virtual, Senin, 11/08/2023.
“Masyarakat kita itu masih banyak unbanked dan underbanked, di mana unbanked sama underbanked ini tidak bisa diservis oleh layanan perbankan formal, dan ini yang menyebabkan banyak sekali masyarakat yang akhirnya memilih pinjaman online ataupun pay later untuk pembiayaan mereka, baik itu konsumtif maupun produktif,” jelasnya.
Hingga Desember 2022, pertumbuhan pinjol sebesar 71 persen dan 18 persen hingga Juli 2023. Adapun pertumbuhan pay later diperkirakan rata-rata 32,5 persen per tahun sejak 2022 hingga 2028.
Baca juga: Berantas Pinjol, Kominfo Gunakan Strategi Pemberatansan Judi Online
Sayangnya, ungkap Nailul, peningkatan penggunaan pinjol tidak dibarengi dengan financial knowledge, dan literasi keuangan yang masih bertahan di angka 49 persen pada tahun 2022.
Hal itulah menurut Nailul yang menyebabkan akhirnya banyak sekali anggota masyarakat yang akhirnya mau pinjam di pinjol, tapi pinjaman yang ilegal, bukan yang legal, karena literasi keuangan mereka rendah dan kemampuan financial knowledge mereka juga relatif rendah.
Rata-rata financial knowledge pengguna pinjol dinilai rendah, sehingga mereka masuk ke dalam karakteristik peminjam yang memiliki kredit macet.
Per Juni 2023, mereka yang berada di bawah usia 19 tahun memiliki rata-rata kredit macet Rp2 juta dan Rp2,2 juta untuk mereka yang masuk kategori usia 19-34 tahun.
Baca juga: Waspada, Jerat Pinjol Ilegal Kian Mengkhawatirkan