Jakarta, ItWorks- Kian tingginya ancaman berbagai serangan siber terhadap perusahaan-perusahaan dan organisasi skala besar , kian menyadarkan masyarakat dan pelaku usaha Indonesia akan pentingnya meningkatkan sistem keamanan siber. Bahkan untuk meningkatkan keandalannya, mereka juga tak segan meningkatkan IT spending (belanja untuk adopsi teknologi informasi), khususnya sistem keamanan siber yang lebih besar di tahun ini.
Pengambilalihan akun dan serangan malware masih menjadi kekhawatiran utama bagi pelaku bisnis di Indonesia meski keyakinan pada keamanan siber meningkat. Sekitar 93% organisasi di Indonesi merasa yakin dengan langkah keamanan siber yang telah mereka terapkan saat ini dan lebih dari 60% organisasi di Indonesia meningkatkan anggaran keamanan siber pada tahun 2023, dengan peningkatan lebih dari setengahnya dibandingkan tahun 2022.
“Berdasarkan survei yang kami lakukan secara daring pada April 2023 dengan melibatkan sekitar 500 pimpinan dan pengambil keputusan di bidang IT di lima industri utama di Asia Tenggara dengan masing-masing 100 responden Indonesia, Singapura, Malaysia, Filipina, dan Thailand menunjukkan bahwa keamanan siber kian menjadi prioritas bagi perusahaan-perusahaan, termasuk di Indonesia. Mereka di tahun 2023 ini juga berkomitmen meningkatkan keandalan sistem keamanan siber dengan mengalokasikan belanja IT yang lebih besar,” ungkap Steven Scheurmann, Regional Vice President – ASEAN Paloalto pada acara Media Briefing pada (18/09/2023), Raffles Hotel Jakarta,
Dikatakan, seiring meningkatnya transformasi digital di Indonesia dan adopsi teknologi baru seperti cloud, Internet of Tings (IoT), Artificial Intelligence (AI), serta penggunaan smart technology yang terintegrasi dengan internet lainnya, ancaman serangan dan modus kejahatan siber juga makin mengkhawatirkan. Salah satunya seperti serangan ransomware yang menyhasar ke infrastruktur penting, hingga pemanfaatan maraknya transaksi keuangan digital, cryptocurrency, dan lainnya.
“Pendekatan proaktif terhadap keamanan siber sangatlah dibutuhkan saat ini, sehingga membutuhkan peran aktif dari semua pihak di dalam organisasi,” ujar Scheurmann.
Palo Alto Networks menemukan bahwa kasus ransomware secara global meningkat , di mana sejak 2017 hingga 2023 mencapai 20 kali lebih banyak dengan berbagai modus dan kasus yang dilaporkan di berbagai sektor utama dengan nilai kerugian mencapai US$8 triliun.
Pelaku ancaman menggunakan taktik yang lebih agresif untuk menekan organisasi, seperti institusi kesehatan, industri manufaktur dan lainnya dengan taktis serangan yang kian beragam dan terus meningkat. “Di Indonesia sebenarnya tren peningkatan serangan siber jenis ransomware, seperti WannaCry ransomware yang menyasar korban untuk memeras uang dengan minta tebusan dengan crypto dan sejenisnya juga tak jauh beda, dengan tren meningkat. Hanya saja kadang korban tidak melapor, atau mungkin tidak menyadari sedang berhadapan denbgan poenjahat ini,” ujar Adi Rusli, Country Manager – PaloAlto Indonesia yang juga hadir dalam acara tersebut bersama David Rajoo, Cortex Systems Engineering Head – ASEAN.
Ditambahkan, dengan meningkatnya transformasi digita yang terjadi di seluruh aspek kehidupan masyarakat Indonesia, seperti sektor ekonomi digital, industri 4.0, pemerintahan dan lainnya, risiko serangan siber akan terus meningkat. “Karena itu penting untuk menyelaraskan strategi dan sumber daya dalam memitigasi risiko tersebut, termasuk penguatan dari aspek kemampuan dan skill SDM bndang IT security dan penguatan strategi di OT dan IT di setiap perusahaan atau organisasi,” tegas Adi Rusli.
Tapi kabar baiknya, bahwa di tengah meningkatnya tingkat ancaman kejahat5an siber ini, tingkat kesadaran mereka akan pentingnya meningkatkan keanalan sistem keamanan siber ini juga makin tinggi. Dalam laporan Palo Alto Networks berjudul “State of Cybersecurity ASEAN 2023” mengungkap bahwa keamanan siber kini menjadi prioritas bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia. Disebutkan bahwa lebih dari 53% perusahaan menyatakan bahwa topik keamanan siber secara rutin dibahas di tingkat dewan direksi setiap kuartal, dan bahkan menjadi agenda utama di sebagian besar dewan direksi, menempatkan Indonesia di posisi tertinggi kedua di ASEAN dalam hal itu setelah Filipina.
Selain itu, Palo Alto mencatat sekitar 63% organisasi di Indonesia telah meningkatkan anggaran mereka untuk keamanan siber pada tahun 2023. Bahkan, sekitar 30% dari mereka melaporkan peningkatan anggaran lebih dari 50% dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Peningkatan anggaran dinilai sebagai tren positif yang mencerminkan komitmen organisasi dalam melindungi diri dari ancaman siber yang semakin berkembang. Salah satu faktor yang mendorong peningkatan ini adalah digitalisasi bisnis.
Disebutkan bahwa lebih dari 75% perusahaan di Indonesia mengalokasikan dana tambahan untuk meningkatkan keamanan siber di sektor digitalisasi, menjadikan Indonesia sebagai pemimpin di wilayah Asia Pasifik dalam hal tersebut
Dalam laporan itu juga mengungkapkan bahwa sekitar 70 % organisasi di Indonesia sedang mempertimbangkan untuk mengintegrasikan kecerdasan buatan (AI) dalam strategi keamanan siber mereka. Hal itu dinilai mencerminkan kesadaran terhadap kompleksitas ancaman siber yang semakin berkembang dan pentingnya teknologi AI dalam mendeteksi dan mengatasi ancaman tersebut. Langkah itu diperkirakan akan terus berkembang dalam beberapa tahun mendatang. (AC)