Kementerian Komunikasi dan Informatika menjelaskan skema penanganan sengketa yang mungkin terjadi antara perusahaan pers dan perusahaan platform digital saat Peraturan Presiden Publisher Rightsmulai berlaku.
Secara umum, berdasarkan Peraturan Presiden nomor 32 tahun 2024 tentang Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital Untuk Jurnalisme Berkualitas atau Perpres Publisher Rights, sengketa antara platform digital dan perusahaan pers diusahakan bisa diselesaikan lewat penanganan komite pengawas independen yang dibentuk oleh Dewan Pers.
“Jadi, karena Perpres ini tidak ada sanksinya maka semangat Perpres ini ialah mencari jalan keluar lewat kesepakatan,” kata Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo Usman Kansong di Kantor Kementerian Kominfo, Jakarta Pusat, Jumat, 1/03/2024.
Apabila sengketa tidak bisa diselesaikan dengan mediasi yang dilakukan komite pengawas yang memiliki payung hukum Perpres Publisher Rights, Usman mengatakan perusahaan platform digital maupun perusahaan pers bisa memproses sengketa itu menggunakan aturan lainnya yang memiliki kekuatan hukum lebih tinggi.
Sejumlah regulasi yang dapat digunakan antara lain Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang bisa diajukan ke Pengadilan Niaga. Ada juga UU Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian yang bisa diajukan untuk penyelesaiannya dilakukan oleh Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).
Meski begitu, Usman menyakini kehadiran komite independen sebagai pengawas aturan Publisher Rights oleh Dewan Pers sebenarnya sudah cukup. Apalagi dalam pembentukannya kolaborasi dan diskusi dengan berbagai kepentingan telah dilakukan dengan intens sehingga diharapkan aturan ini dapat dijalankan tanpa kendala berarti.
Komite pengawas independen untuk Publisher Rights itu ditargetkan sudah selesai terbentuk sebelum Agustus 2024 sesuai dengan ketentuan dari Pasal 19 agar pengawasan kerja sama platform digital dan perusahaan pers bisa optimal.