Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan, mata uang Facebook, Libra, tidak bisa digunakan di Indonesia. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah NKRI, Pasal 2 ayat 1, setiap pihak wajib menggunakan rupiah dalam transaksi yang dilakukan di wilayah Indonesia.
Karena itu, Perry melarang seluruh sektor keuangan yang ada di Indonesia menggunakan Libra. “Kami tegaskan alat pembayaran sah di Indonesia itu rupiah. Itu yang diamanatkan oleh undang-undang. Jadi seluruh alat pembayaran apapun harus tunduk kepada peraturan BI,” ucapnya saat mengadakan konferensi pers di kantornya, Jakarta.
Namun, Perry mengatakan, tentu saja BI mencermati dan mengkaji berbagai perkembangan. Saat ini, pihaknya masih mempelajari fitur-fitur Libra. “Nantinya dari hasil kajian akan kami berikan statement teknikalnya,” katanya.
Baca: Apa Itu Financial Technology Menurut Bank Indonesia
Ia bercerita, saat dahulu sempat marak penggunaan Bitcoin, BI juga sudah menegaskan bahwa mata uang digital itu bukan alat pembayaran yang sah. Pemerintah juga telah mengatur legalitas mata uang kripto seperti Bitcoin sebagai barang yang diperjual-beli kan, bukan sebagai mata uang untuk melakukan transaksi jual-beli.
Aturan tersebut tertuang melalui Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 99/2018 tentang Kebijakan Umum Penyelenggara Perdagangan Berjangka Aset Kripto. Dalam aturan itu Bitcoin atau mata uang kripto lainnya telah ditetapkan sebagai aset digital sekaligus subjek komoditas yang dapat diperdagangkan di bursa berjangka.
Facebook memperkenalkan mata uang digital (cryptocurrency) yang bernama Libra untuk menyederhanakan transaksi pengiriman uang global. Libra, yang diklaim memiliki banyak keunggulan ini diwacanakan Facebook akan terbit pada semester pertama 2020.
Libra nantinya dapat dipakai dengan dompet digital bernama Calibra yang terintegrasi dengan aplikasi WhatsApp dan Facebook Messenger. Facebook juga akan menyediakan aplikasi Calibra yang berdiri sendiri.
Menurut Techcrunch.com, Facebook bukan satu-satunya pihak yang mengontrol Libra. Ada 28 pendiri yang tergabung dalam Libra Association, antara lain Visa, Mastercard, Vodafone, PayPal, eBay, Uber, dan perusahaan modal ventura Andreessen Horowitz. Masing-masing menginvestasikan dana USD10 juta atau sekitar Rp 143 miliar ke dalam proyek mata uang digital Libra.