Jakarta, ItWorks – Sejak terjadi pandemi corona virus atau covid-19, terjadi pergeseran perilaku masyarakat dalam berbelanja berbagai kebutuhan dengan beralih ke sistem online, termasuk belanja kebutuhan sehari-hari. Tren perubahan ini pun harus diikuti para pelaku UMKM agar bisa survive, serta bisa terus berkembang di tengah pandemi serta berlangsungnya the new normal.
Setidaknya ini benang merah dari Webinar yang diadakan Lembaga Kajian Nawacita (LKN) pada Kamis (11/6/2020) melalui aplikasi Zoom dengan mengambil tema “UMKM, Bagaimana Menjadi Kunci Pemulihan Ekonomi Pasca Covid”. Webinar yang dihelat dalam rangkaian memperingati Hari Pasar Modal Indonesia ini dimoderatori oleh M Lutfi Handayani (Pemred Majalah TopBusiness) dengan menghadirkan para pembicara exspert di bidangnya.
Seminar ini diawali dengan sambutan dari Aggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Yudi Hidayat, dilanjutkan paparan dari para pembicara. Antara lain Prof DR Darwin Sebayang dari Ikatan Alumni Jerman (IAJ), Ir Darmawan Djajusman (Pengurus LKN), Totok Sediyantoro (Sekjen LKN), serta Indah Kembang Lia dari Induk UMKM Indonesia.
Anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Yudi Hidayat dalam sambutannya mengungkapkan, pihaknya mengapresiasi diadakannya seminar ini. Menurutnya, dalam kondisi seperti sekarang ini, diperlukan pemikiran dan masukan kreatif nan inovatoif dari pihak manapun untuk mendukung era new normal, termasuk masukan bagi para pelaku usaha UMKM.
“UMKM kita sangat banyak dan potensial untuk bisa terus berkembang di era teknologi digital yang makin berkembang ini. Tentunya perlu dukungan dan suport semua pihak. Dengan makin berkembangnya era digital, kolaborasi bagi para pelaku UMKM perlu lebih diperkuat, terutama untuk bisa masuk di pasar digital melalui bekerja sama dengan e-commerce atau penyedia market place besar, agar produk UMKM bisa makin menembus pasar lebih luas,” ungkap Yudi Hidayat.
Diakui bahwa pandemi Covid-19 telah mempengaruhi kinerja dunia usaha, terutama dari sisi rantai pasok (supply chain) dari hulu hingga ke hilir. Namun pandemi Covid yang sampai sekarang belum diketahui pasti kapan akan berakhir, tetap harus disiasati agar roda usaha dan ekonomi tetap bisa berputar, tidak makin terpuruk.
“Sebagai entrepreneur, termasuk pelaku UMKM, tentu tidak boleh menyerah. Sebab dari yang kami amati, dalam kondisi ini ada entrepeneur yang tetap bisa survive bahkan bangkit di tengah keterpurukan ini. Mereka punya jurus atau kiat-kiat tertentu, misalnya mengalihkan produk dengan fokuskan pada produk yang memang sedang banyak dibutuhan konsumen. Termasuk strategi market melalui digital marketing,” ujarnya.
Mendadak Digital
Hal senada diungkapkan pembicara Totok Sediyantoro yang membawakan materi presentasi berjudul “UMKM Mendadak Digital”. Mengawali presentasinya, dia mengajak para peserta webinar untuk menjawab pertanyaan dalam sebuah form mengenai kebiasaan belanja selama masa pandemi ini. Hasilnya ada yang menjawab memilih belanja di warung sebelah, ke pasar tradisional, dan tak sedikit yang mengalihkan belanja secara on line melalui market place, toko online dan sejenisnya.
“Saya sengaja mengawali ini untuk menggambarkan adanya tren baru belanja online di kalangan masyarakat yang makin meningkat selama masa pandemi ini. Ternyata dari angket barusan diisi, grafik tertinggi memilih belanja secara online. Makanya sengaja judul presentasi yang saya angkat UMKM mendadak Digital,” ujarnya.
Menurutnya mendadak digital ini menggambarkan tren baru belanja masyarakat yang kian mendorong pasar online. Akibat pandemi Covid ini, perilaku konsumen berubah baik dari sisi perilaku pemesanan barang hingga bertransaksi dengan cara digital.
Kondisi ini diakui memerlukan inovasi dan kreasi dari pelaku UMKM, untuk agar bisnis tetap jalan. Fenomena ini, mau tidak mau menuntut para pelaku UMKM untuk bisa menyesuaikan diti, merambah digital market.
“Sekarang ini belanja online sudah makin menjadi pilihan masyarakat. Ini tantangan sekaligus peluang bagi para UMKM untuk bisa bangkit dari pandemi ini. Bisa mengawali melalui medsos dan sejenisnya. Apalagi sekarang ini juga banyak market place besar yang menawarkan kesempatan bagi para UMKM untuk jualan secara on line,” ujarnya.
Sementara itu, Prof Darwin Sebayang dalam materi presentasinya banyak menyoroti tentang potensi kekayaan alam Indonesia, khususnya rempah-rempah di Indonesia yang bisa menjadi sumber untuk pengobatan penyakit, termasuk Covid-19. “Indonesia memiliki kekayaan hayati yang telah menjadi komoditas andalan sejak beraabad-abad lamanya. Kalau di China ada jalur sutera, kita memiliki jalur rempah dunia,” ujarnya.
Menurutnya, ada sekitar 40 jenis kekayaan hayati yang bisa diolah menjadi produk yang bisa membantu masyarakat meningkatkan stamina maupun upaya mencegah penularan di tengah pandemic ini. Misalnya gambir yang banyak dihasilkan beberapa daerah di Indonesia yang kaya anti oksidan. Menurut data Balitbangtan 2012, Indonesia bahkan menjadi produsen utama gambir dunia dengan porsi mencapai 82 % dari total produksi gambir dunia. Mengonsumsi ekstrak gambir dipercaya bisa mencegah tubuh terinfeksi virus Corona.
Selain itu Indonesia juga memiliki komoditi yang bisa menghasilkan minyak atsiri seperti minyak serai wangi (citronella oil), minyak pala (nutmeg oil), minyak kayu manis (cinnamon bark oil), minyak cengkeh (clove oil), minyak kayu putih (eucalyptus oil) dan lainnya. “Potensi ini yang harus dipupuk dan diperkuat. Mengapa kita harus menunggu produk-produk luar, sementara potensi kekayaan hayati kita bisa menjadi solusi. Jangan hanya bahan bakunya diekspor, tetapi harus bisa diolah,” ujar Prof Darwin.
Dalam hal ini lanjutnya perlu komitmen dan dukungan nyata dari semua pihak untuk mengembangkan potensi ini untuk kemajuan UMKM di Tanah Air. Terlebih pemerintah untuk bisa menggerakan pihak lain terkait. Seperti dukungan pembiyaan dari bank, proses produksi, kemudahan untuk mendapatkan hak patent atas produk, kemudahan akses pasar, termasuk dalam memasuki ranah digital.
Aplikasi KIOS TA
Dalam kesempatan itu, Prof Darwin juga memperkenalkan aplikasi pasar digital KIOS TA atau Kios Kita yang dikembangkan bersama LKN. Aplikasi ini tak lain untuk mendukung UMKM dalam memasarkan produk agar lebih dikenal luas. “Pengalaman kami, dalam tempo empat hari saja, transaksi hanya dari group kita saja sangat besar,” ujarnya.
Diakui secara teknologi, aplikasi KIOS TA ini memang masih perlu terus disempurnakan agar bisa bersaing dengan market place besar lain. Untuk itu perlu ada biaya operasional agar aplikasi bisa berkembang. “Perlu dukungan dan kolaborasi. Tapi yang paling penting data yang da itu milik kita, bukan milik yang lain. Sekarang market place yang paling laris itu bukan buatan Indonesia, tapi dari luar negeri karena mereka pegang data. Produk yang banyak laku pun bukan dari UMKM Indonesia. Ini tantangan bagi kita semua,” tandasnya.
Hal senada juga disampaikan pembicara, Darmawan Djajusman. Ia mengatakan, Covid-19 telah berdampak kepada perubahan pasar UMKM. Berkurangnya aktivitas masyarakat di luar rumah, berkurangnya aktivitas usaha dan sebagian masyarakat berkurang pendapatannya telah mengubah pola konsumsi mereka. “Masyarakat sekarang lebih memprioritaskan pengeluaran untuk barang dan jasa esensial antara lain makanan dan minuman, bahan pokok olahan, alat kesehatan tertentu dan jasa pengantaran,” kata Darmawan.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Assosiasi Business Development Services Indonesia menunjukkan bahwa penurunan penjualan terjadi oleh hampir seluruh UMKM. Hal tersebut dikarenakan oleh keterbatasan kesediaan bahan baku dan pembayaran kredit yang sebagaian besar membutuhkan restrukturisasi pinjaman atau kredit, bahkan ada yang tidak dapat melakukan pembayaran pinjaman.
Menghadapi kondisi ini, lanjutnya, ada beberapa strategi yang harus dilakukan UMKM untuk menghadapi new normal. Pertama adalah perubahan tata kerja perusahaan dengan mengikuti pola perilaku masyarakat yaitu antara lain mengubah pola manajemen ketersediaan produk yang terintegrasi dengan pembelian dan penjualan sehingga dapat memantau dengan cepat persediaan barang. Kedua, perubahan bentuk rantai pasok global antara lain perlu mengintegrasikan pengiriman barang baik dalam maupun luar kota bahkan yang berorientasi ekspor.
Ketiga, mengikuti inovasi teknologi dan ekonomi digital yang semakin berkembang pesat antara lain sistem komunikasi yang cepat kepada pelanggan dengan menggunakan WA, Line dan pola pembayaran dengan sistem transfer bank, e-wallet seperti Dana, Ovo, Gopay dan juga cash on delivery (COD).
Keempat, berkolaborasi dengan mitra dalam supply chain untuk menjamin pasokan bahan baku. Jika diperlukan melakukan modifikasi produk atau pengembangan produk baru sesuai kebutuhan pasar. “Yang tidak kalah penting adalah penerapan standar keamanan produk dan protokol kesehatan,” ujar Darmawan.
Dalam hal ini, kata Darmawan, perlu ada peran pemerintah untuk menjembatani hal-hal yang dihadapi oleh UMKM dalam menghadapi new normal ini. Misalnya terkait peningkatan kemitraan usaha antara usaha mikro kecil dan usaha menengah-besar terkait dengan pengembangan kapasitas usaha dan standardisasi serta sertifikasi produk.
Peran pemerintah juga dibutuhkan dalam peningkatan kapasitas usaha dan akses pembiayaan. Termasuk di dalamnya adalah penyediaan insentif fiskal, penyediaan skema pembiayaan termasuk modal kerja serta pendampingan mengakses kredit atau pembiayaan.
Ditambahkan, Pemerintah juga berperan dalan peningkatan penciptaan peluang usaha melalui kegiatan pelatihan teknis dan kewirausahaan, iInkubasi usaha, digitalisasi UMKM serta penguatan kapasitas layanan usaha.
Pembicara terakhir, Indah Kembang Lia banyak menyampaikan soal pengalamannya memberdayakan UMKM di Indonesia, termasuk juga soal kiat menembus pasar ekspor bagi pelaku UMKM.
Menurutnya, Covid-19 menciptakan banyak peluang usaha baru. Pertama adalah usaha yang meningkatkan kualitas hidup atau produk natural. Kedua, swasembada produk yang biasa diimpor.Ketiga adalah usaha yang mendukung bisnis lain yang sudah ada terlebih dahulu. “Contoh sambal kering sebagai pelengkap mie instan dan daur ulang sampah organik sebagai pupuk,” tutur dia.
Ditambahkan, ada beberapa upaya yang bisa dilakukan pelaku UMKM untuk menjadi besar dan mengisi permintaan pasar internasional secara konsisten. Upayaitu antara lain berinovasi dengan teknologi untuk menciptakan produk unggulan. “Selain itu, go for big productivity. Kolaborasi dengan produsen yang sama atau kolaborasi dengan warga sekitar untuk terlibat dalam proses produksi,” kata dia.
Selain itu, upaya lainnya bisa dengan menciptakan sistem yang bisa diduplikasi untuk berkolaborasi di daerah lain. Hal tersebut juga sudah dilakukan Induk UMKM Indonesia di sejumlah daerah melalui pengembangan UMKM perkebunan kelapa. Ada beberapa produk UMKM yang bisa dikembangkan dari kelapa, misalnya kue, buah kelapa muda, virgin coconut oil (VCO), peternakan sapi, dan lainnya. Induk UMKM Indonesia juga mengembangkan UMKM Ecotourism atau mixfarming. Dalam program ini, pelaku UMKM tidak hanya mengembangkan satu produk semata, tapi bisa dikombinasikan dengan kegiatan usaha lain, misalnya bertani padi dengan memelihara ikan, beternak kambing dan wisata alam.
Induk UMKM Indonesia juga mengembangkan kemitraan dengan masyrakat yang ingin beternak kambing. Semua fasilitas baik kandang,bibit kambingserta pakan akan difasilitasi. Mitra hanya memelihara (ngingu) domba, dengan ketentuan hasil bagi atau sistim gaji yang telah ditentukan. “Cara ini sudah diduplikasi di beberapa daerah di Indonesia,” kata Indah.
Ia juga mengusulkan perlunya mengembangkan sentra produksi terpadu yang dipandu oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) bekerja sama dengan tenaga ahli sebagai pendamping. Diakui, potensi UMKM Indonesia menembus pasar ekspor cukup besar. Hanya masalahnya lebih pada prosedur ekspor yang tidak sederhana.
“Kami sedang berbicara dengan Kementerian Perdagangan, Kementerian Luar Negeri dan instansi terkait agar ada prosedur yang sederhana di port (pelabuhan), custom (prosedur bea cukai), hingga sampai ke negara tujuan,” ujarnya. (AC)
Good share..
Good share
Good …positive activity