Ada sejumlah tantangan untuk mempercepat digitalisasi usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia, antara lain masih adanya jarak (gap) antara para pelaku UMKM dengan para pendukung lainnya seperti pembiayaan dan kredit modal, serta perlunya literasi keuangan.
“Untuk itu, kami bertindak proaktif untuk menjembatani real pasar kita dan level atas di pemangku kebijakan serta asosiasi,” ujar Andriani Linott, Wakil Departemen Edukasi dan Literasi Keuangan Asosiasi FinTech Indonesia (AFTECH) dalam seminar daring, 10/08/2021.
Ia juga memaparkan data dari laporan “Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan” oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 2019. “Indeks literasi keuangan tahun 2019 telah mencapai 38,03 persen. Angka ini meningkat dibandingkan survei yang sama di tahun 2018 sebesar 29,7 persen. Hanya saja, memang masih diperlukan edukasi lebih lanjut agar penggunaan layanan (keuangan digital) bisa lebih bermanfaat bagi masyarakat.”
“Di masa pandemi COVID-19 sendiri, sistem pembayaran dengan layanan fintech cenderung meningkat, dan membantu individu serta UMKM dalam melaksanakan transaksi. Jumlah transaksi uang elektronik mencapai puncaknya pada awal-awal pandemi di bulan April 2020 dengan kurang lebih 400 juta. Angka ini sempat menurun, namun cenderung stabil hingga akhir 2020. Pun dengan jumlah transaksi dengan menggunakan kartu debit dan ATM.”
“Penyedia layanan fintech di Indonesia juga terus menyediakan akses pendanaan bagi UMKM dan konsumen individual. “Jumlah total penyaluran pinjaman terus meningkat. Pada bulan Desember 2020, jumlah tersebut mencapai Rp155,9 triliun. Mayoritas peminjam berasal dari Pulau Jawa.”
“Penyelenggara fintech juga menerapkan berbagai inisiatif untuk membantu masyarakat semasa pandemi. Di antaranya digital signature yang telah mendukung aplikasi kartu kredit online untuk lebih dari 50 ribu konsumen, memfasilitasi 5 juta warung dalam penjualan produk secara daring, hingga fakta bahwa 550 ribu dari 600 ribu pedagang e-wallet merupakan UMKM,” ungkap Andriani.