Inisiatif Making Indonesia 4.0 merupakan peta jalan terintegrasi untuk menyiapkan industri nasional menghadapi era industri digital. Inisiatif itu untuk meningkatkan kontribusi industri pengolahan non migas terhadap Produk Domestik Bruto (PDB),
“Dengan adanya Making Indonesia 4.0, diharapkan pertumbuhan PDB dapat meningkat sebesar 1%-2% per tahun untuk periode 2018-2030, sehingga akan menciptakan lebih dari 10 juta lapangan pekerjaan tambahan, dan meningkatkan kontribusi sektor manufaktur pada 2030 hingga lebih dari 25%,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto ketika menyampaikan Pidato Ilmiah dalam Rapat Terbuka Senat Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada (FT UGM) – dalam rangka Hari Pendidikan Tinggi Teknik ke-77 secara virtual, di Yogyakarta, Jumat (17/01/2023).
Ke depannya, industri nasional juga perlu mempersiapkan diri menghadapi era Society 5.0 yang merupakan sebuah konsep di mana kehidupan masyarakat lebih terdigitalisasi.
Adapun beberapa teknologi yang patut dikembangkan menuju Society 5.0 yakni Edge Computing, Big Data Analytics, serta Internet of Every Things. “Pemerintah Indonesia juga sedang menyiapkan Ibu Kota Nusantara yang akan menjadi (contoh penerapan) smart city yang bisa menyiapkan masyarakatnya untuk masuk dalam era Society 5.0,” imbuh Menko Airlangga.
Sebagai prioritas selanjutnya, Pemerintah juga sedang mengupayakan percepatan transisi energi nasional melalui pengurangan konsumsi bahan bakar fosil dan pengembangan Pembangkit Listrik berbasis Energi Baru Terbarukan seperti wind turbine dan solar panel. Upaya transisi energi ini tentunya memerlukan pengembangan teknologi yang inovatif dan terjangkau, semisal pengembangan carbon capture dan storage.
Baca: Peran Generasi Muda Terus Didorong dalam Program Making Indonesia 4.0
“Semoga Fakultas Teknis dapat ikut aktif mendorong penguasaan teknologi, sehingga kita tidak hanya sebagai pengimpor teknologi, tapi juga mengembangkannya di dalam negeri. (Dalam hal itu) transfer ilmu pengetahuan dan teknologi dengan negara-negara maju bisa didorong.
Selain itu, Pemerintah juga sedang gencar mendorong pemanfaatan teknologi untuk hilirisasi komoditas berbasis mineral dan logam unggulan seperti bauksit, timah, tembaga, dan nikel,” tutur Menko Airlangga.
Di sisi lain, Menko Airlangga juga mengungkapkan bahwa Indonesia masih mengalami ketergantungan impor bahan baku/barang penolong industri, sehingga perlu terus melakukan program substitusi impor dengan pengembangan industri berbasis teknologi dan R&D. “Misalkan di sektor sawit dan turunannya, kita sudah kuasai dari hulu dan hilirnya, tapi dari sisi capital goods-nya yakni barang modal masih impor dari luar. Ini tantangan juga untuk Fakultas Teknik agar bisa memperdalam industri permesinan di sektor agro,” ucap Menko Airlangga.
Di tahun 2030, Indonesia menargetkan untuk masuk dalam 10 Ekonomi Terbesar Dunia. Dalam hal ini, Menko Airlangga mengharapkan kerja sama antara perguruan tinggi dan industri dapat tercapai, sehingga kemandirian dan kedaulatan teknologi dapat terwujud pula. Guna mewujudkan hal tersebut, Pemerintah telah menyediakan antara lain fasilitas PIDI 4.0, Indonesia Manufacturing Centre, serta R&D Centre.
“Universitas juga diharapkan memanfaatkan ekosistem untuk melakukan riset yang fokus, dan tentu juga mendorong generasi muda untuk bisa menjadi technological entrepreneurship (technopreneur) agar mampu bersaing pada teknologi (yang mendasari) Making Indonesia 4.0. Secara spesifik, saya mengusulkan technopreneurship menjadi salah satu kunci yang bisa dikembangkan di kampus, termasuk di UGM, khususnya Fakultas Teknik,” jelas Menko Airlangga.
Baca: Making Indonesia 4.0 Optimalkan Potensi Sektor Manufaktur Indonesia














