Jakarta, Itech- Di Indonesia, pemanfaatan teknologi pada sejumlah industri baik baja, pertambangan, kimia, farmasi dan kosmetik, serta rumah sakit yang terkait dengan medis dan lembaga penelitian dan pengembangan tentunya berpotensi menimbulkan limbah radioaktif. Berdasarkan data dari Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Batan), saat ini ada 7.000 pengguna atau pemegang izin radioaktif serta pengoperasian instalasi nuklir di seluruh Indonesia.
“Aktivitas para pengguna radioaktif tersebut tentu akan menghasilkan limbah. Pemegang izin tinggal membayar jasa pengolahan limbah ke Batan yang rupiahnya tergantung dari karakteristik per liternya dan akan masuk sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Sementara volume limbah cair per tahun mencapai 120 meter kubik yang disimpan di fasilitas Pusat Teknologi Limbah Radioaktif Batan,” ujar Kepala Batan Djarot Sulistio Wisnubroto di sela-sela Seminar Nasional Teknologi Pengolahan Limbah XIV yang bekerjasma dengan Universitas Indonesia (UI), di Kampus UI Salemba, Jakarta, (5/10).
Menurut Kepala Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PLTR) , Suryantoro, pengangkutan limbah radioaktif dari lokasi pihak penghasil limbah menuju ke lokasi pengelolaan limbah PTLR, harus memenuhi syarat-syarat keamanan dan keselamatan, terutama bila lokasi penghasil limbah diluar kawasan PTLR diperlukan ijin Pengangkutan Limbah dari Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten). ‘Pengolahan limbah radioaktif di PTLR menggunakan fasilitas utama Kompaktor, Evaporator, Insinerator dan Unit Immobilisasi,” ujarnya.
Sedangkan pihak Bapeten dalam melaksanakan pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir, melakukan inspeksi keselamatan. Fasilitas yang tidak memiliki izin atau tidak memenuhi persyaratan keselamatan dan keamanan nuklir akan dikenakan sanksi administratif atau pidana. Pemberlakukan sanksi pidana dilakukan setelah Bapeten melakukan sosialisasi, pembinaan, dan peringatan, sehingga hanya fasilitas yang benar-benar tidak patuh yang akan dikenakan sanksi pidana.
Sementara itu, Kepala Program Studi Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia Tri Edhi Budhi Soesilo mengatakan, dampak paparan limbah radioaktif ke organ tubuh berbeda-beda, ada yang menyerang tulang atau syaraf. Gejalanya pun beragam dan dampak itu baru muncul tahunan hingga puluhan tahun kemudian. Kasus Bhopal dan Chernobyl sampai hari ini masih berdampak, antara lain kerusakan sumsum tulang dan kejadian leukimia. (red/ju)