ItWorks- Seiring dengan perkembangan teknologi Artificial Inteligence (AI) dalam dunia jurnalisme di Asia Tenggara, studi terbaru Vero mengungkapkan bahwa para jurnalis semakin menyadari peran penting AI dalam pekerjaan mereka. Di antaranya membuat laporan dan juga wawasan pelatihan, sehingga merasa perlu untuk makin memperdalam pemahaman mengenai teknologi ini.
Vero merupakan konsultan komunikasi strategis. Studi berjudul ‘AI and Journalism in Southeast Asia: A Survey of Opportunities and Challenges’ ini mengungkap bagaimana AI mempengaruhi dan mengubah praktik jurnalisme di Asia Tenggara. Berdasarkan pandangan dari 75 jurnalis yang tersebar di Indonesia, Filipina, Thailand, dan Vietnam, studi ini memberikan gambaran mendalam tentang dampak AI terhadap praktik jurnalisme.
Disebut, AI mampu menghadirkan standar baru dalam mengumpulkan berita, menyampaikan cerita, dan mengakses informasi. “Pengaruh AI terhadap jurnalisme tidak sebatas pada otomatisasi; teknologi ini juga berperan penting dalam meningkatkan akurasi, kecepatan, dan membuat laporan yang lebih komprehensif,” ujar Raphael Lachkar, COO Vero dalam laporan yang rilis (20/08/2024), di Jakarta.
“Sebagai pelopor dalam komunikasi dan teknologi, kami berkomitmen untuk memimpin perubahan ini serta membantu klien dan mitra kami, tidak hanya untuk beradaptasi dengan kemajuan teknologi, tetapi juga mencapai kesuksesan di era yang semakin didorong oleh AI,” tambahnya.
Temuan Penting Hasil Survei: Menerapkan AI Lintas Batas
- Di Indonesia dan Thailand, 95% jurnalis memiliki pemahaman yang mendalam tentang AI. Thailand juga menunjukkan tingkat adaptasi AI sebesar 95%, menandakan integrasi yang efektif dalam pekerjaan mereka.
- Di Filipina, 90% jurnalis sudah mengenal AI, tetapi hanya 52% yang telah mengintegrasikannya ke dalam pekerjaan mereka.
- Di Vietnam, meskipun 78% jurnalis sudah familiar dengan AI, 100% menunjukkan sikap positif terhadap adaptasi dampak AI dalam pekerjaan mereka.
Para jurnalis menyampaikan kekhawatiran terhadap AI, termasuk isu tata kelola, dampak terhadap tenaga kerja, dan masalah keamanan siber—terutama di Thailand, di mana ada kekhawatiran tentang ketergantungan berlebihan pada AI dapat mempengaruhi kualitas dan kepercayaan pada jurnalisme. “Di Vietnam, antusiasme terhadap AI disertai dengan perhatian yang mendalam terhadap privasi data dan tindakan keamanan yang ketat,” tambah Lachkar.
Oleh karena itu, kebutuhan akan pendidikan maupun pelatihan khusus tentang AI semakin jelas. Para jurnalis di seluruh kawasan sangat ingin memahami potensi AI secara komprehensif untuk membantu mereka agar tetap kompetitif dalam lanskap media digital yang terus berkembang. Vero merekomendasikan langkah-langkah berikut untuk mendukung integrasi AI yang positif:
- Edukasi: Mengembangkan dan menyediakan program pelatihan khusus untuk memfasilitasi integrasi AI yang lancar dalam pekerjaan jurnalistik.
- Mengakui: Mengatasi kekhawatiran jurnalis berpengalaman tentang dampak AI terhadap keamanan kerja, hak cipta, dan integritas jurnalisme.
- Bersikap Transparan: Komunikasikan dengan jelas tentang fungsi dan batasan AI untuk membangun kepercayaan dan mengelola ekspektasi.
- Bertanggung Jawab: Pertahankan sistem dukungan yang kuat untuk mengatasi tantangan apa pun yang dihadirkan oleh AI, pastikan akuntabilitas dan penggunaan yang etis.
“Kami melihat white paper ini sebagai dorongan untuk penelitian yang berkelanjutan dan keterlibatan lebih lanjut mengenai peran AI dalam meningkatkan praktik jurnalisme. Kami berharap studi ini dapat memastikan bahwa teknologi AI tidak hanya dapat mendukung kepentingan publik, namun juga mematuhi prinsip-prinsip dasar jurnalisme.” ujar Chatrine Siswoyo, Senior Advisor ASEAN Vero, menambahkan.
White paper tentang ‘AI dan Jurnalisme di Asia Tenggara’ dapat diunduh secara gratis di situs Vero. Dokumen ini dapat menjadi sumber informasi berharga bagi para profesional komunikasi dan media yang ingin memahami lanskap AI. (AC)