ItWorks- Survei State of IT dari dari Salesforce, meliputi lebih dari 2.000 pemimpin pengembangan software, termasuk 75 personil dari Indonesia, mengungkapkan 4 dari 5 narasumber di Indonesia percaya bahwa agen AI akan sama pentingnya terhadap pengembangan aplikasi seperti tools konvensional.
Meski pengembang seringkali disebut waswas terhadap AI, riset terbaru ini sebaliknya membuktikan antusiasme mereka terkait pergeseran menuju agen AI. Di Indonesia, 80% pengembang percaya bahwa agen AI dapat mempercepat pengembangan aplikasi dan mendorong efisiensi serta produktivitas.
Hasil survei juga menunjukkan bahwa: 71% pengembang di Indonesia yang tengah memanfaatkan AI, kini menggunakan low-code/no-code tools. Sebanyak 84% pengembang di Indonesia mengatakan low-code/no-code tools dapat menyamaratakan pengembangan AI. Dan 87% pengembang di Indonesia mengatakan penggunaan low-code/no-code tools untuk pengembangan aplikasi dapat meningkatkan skala pengembangan AI.
Vice President & Chief Technology Officer, Solutions, ASEAN, Salesforce, Gavin Barfield, mengatakan, dinamika dan inovasi dalam ekosistem pengembang di Indonesia tidak dapat dimungkiri terus berkembang. Menyikapi hal ini, Salesforce berkomitmen penuh terhadap pemberdayaan pengembang lokal dengan solusi-solusi seperti Agentforce yang memampukan mereka untuk membuat aplikasi secara cepat serta efisien.
“Meskipun masih ada kebutuhan pembaruan infrastruktur dan pengembangan kecakapan yang perlu dijawab guna dapat memanfaatkan teknologi agentic sepenuhnya, para pengembang lokal memiliki antusiasme serta pemikiran berorientasi masa depan yang terus mendorong inovasi,” ujar Gavin Barfield, Vice President & Chief Technology Officer, Solutions, ASEAN, Salesforce dalam rilis pers (05/05/2025).
Low-Code dan No-Code Tools Bantu Produktifitas
Karena agen AI diperlengkapi dengan low-code dan no-code tools (yakni membutuhkan proses coding minim atau bahkan tidak sama sekali), pengembang dengan berbagai tingkat kecakapan dapat membangun dan meluncurkan agen mereka sendiri dengan mudah. Para responden percaya bahwa tools seperti ini akan mendemokratisasi dan meningkatkan pengembangan AI, khususnya di Indonesia yang masih membutuhkan sekitar 9 juta talenta digital pada tahun 2035 menurut estimasi pemerintah.
Para pengembang menginginkan lebih banyak sumber daya dalam pembuatan agen AI.Pengembang mengatakan bahwa infrastruktur teranyar, kapabilitas pengujian yang lebih banyak, serta ketersediaan peluang untuk pelatihan kecakapan menjadi beberapa faktor terpenting untuk mengembangkan dan meluncurkan agen AI.
• Kebutuhan Infrastruktur: Kebanyakan pengembang di Indonesia (83%) meyakini bahwa organisasi tempat mereka bekerja perlu memperbarui infrastrukturnya guna mengembangkan dan meluncurkan agen AI.
o Hampir separuh (47%) pengembang di Indonesia mengatakan kualitas sekaligus akurasi data yang mereka miliki tidak memadai guna mengembangkan dan mengimplementasikan agentic AI
• Kapabilitas Pengujian: Hampir separuh (48%) pengembang di Indonesia mengatakan proses pengujiannya tidak sepenuhnya siap untuk mengembangkan dan meluncurkan agen AI.
• Kecakapan dan Pengetahuan: Lebih dari 90% pengembang di Indonesia percaya bahwa pengetahuan AI akan segera menjadi pengetahuan mendasar yang dibutuhkan untuk pekerjaannya, tetapi lebih dari separuh (57%) tidak yakin kecakapannya sudah siap membawa mereka untuk menyongsong era agentic AI.
o Responden survei menggarisbawahi pelatihan kecakapan teknis terkait AI dan penyesuaian kembali peran mereka sebagai area cakupan yang paling penting untuk diperhatikan oleh tempat kerja.