Oleh: Eric Ananda, Country Manager Indonesia, Zebra Technologies Asia Pacific
Pandemi COVID-19 tak dapat dipungkiri telah menjadi faktor penting yang mengakselerasi pengadopsian teknologi di lingkungan perawatan kesehatan akut. Penelitian Zebra Technologies berjudul Global Healthcare Vision Study mengonfirmasi hal ini. Sebanyak 8 dari 10 pembuat keputusan yang disurvei mengatakan bahwa akselerasi dalam pemanfaatan teknologi di rumah sakit mereka adalah dampak dari pandemi dan meningkatnya investasi dalam solusi mobility, locationing, dan otomatisasi.
Tapi masih banyak yang harus dilakukan, terutama jika rumah sakit ingin memaksimalkan efisiensi para stafnya. Dua dari tiga pembuat keputusan di seluruh dunia yang disurvei mengatakan setuju dengan hal tersebut.
Sektor layanan kesehatan seringkali rentan terhadap dampak krisis, mulai dari epidemi, hingga bencana alam. Ketika kasus COVID-19 meningkat tajam di Indonesia, sejumlah pusat kesehatan dan rumah sakit di berbagai wilayah di Indonesia terpaksa berhenti beroperasi untuk sementara karena tenaga kesehatan mereka tertular COVID-19. Di saat yang sama, fasilitas kesehatan yang beroperasi kekurangan kapasitas untuk menampung lebih banyak pasien COVID-19. Selain itu, rumah sakit yang bukan rujukan COVID-19 terancam bangkrut karena anjloknya jumlah pasien dan turunnya pendapatan sebesar rata-rata 50 persen pada 2020.
Kejadian luar biasa ini menambah tekanan terhadap masalah-masalah yang sudah ada dalam perawatan, operasional dan rantai pasokan, seperti kurangnya peralatan dan obat-obatannya, operasional rumah sakit yang tidak efisien, kurangnya tenaga kerja, atau staf yang mengalami kelelahan luar biasa, sehingga menyebabkan kurang optimalnya perawatan pasien. Walaupun pandemi COVID-19 adalah krisis kesehatan masyarakat global yang paling signifikan di zaman ini, tapi COVID-19 bisa saja bukan yang terakhir.
Ke depan, tujuan sektor kesehatan adalah untuk mengembangkan rumah sakit yang lebih cerdas dan lebih terkoneksi, untuk mendukung komunikasi, agility, transparansi, dan resiliensi yang lebih baik untuk meraih keberhasilan, bahkan dalam situasi yang penuh ketidakpastian. Semua alur kerja, baik yang klinis maupun non-klinis, serta pasien harus dirancang dengan baik – bahkan kalau bisa serba otomatis. Rantai pasokan layanan kesehatan, supply room di rumah sakit, dan lingkungan perawatan kritis, harus dikelola dengan lebih baik dari saat ini.
Agar seluruh sumber daya menjadi efektif – termasuk pasien, staf, aset, dan data – pertama-tama rumah sakit harus meningkatkan kemampuan visibilitas operasional dan kolaborasi virtual mereka. Dengan demikian, fokus untuk satu atau dua tahun ke depan dilandaskan pada tiga prioritas unik namun saling berhubungan, yaitu: real-time intelligence, clinical mobility yang makin luas, serta asset monitoring dan tracking yang lebih baik.
Memperkuat Operasional Rumah Sakit dengan Real-Time Intelligence
Di rumah sakit, setiap menit itu berharga, dan para staf tidak bisa buang-buang waktu. Dengan banyaknya pasien yang harus dilayani dan kurangnya tenaga medis, maka mengetahui dengan pasti di mana lokasi para staf, pasien, aset dan inventaris, menjadi sangat krusial dalam pengambilan keputusan yang cepat. Mayoritas tenaga kesehatan dan pengambil keputusan yang disurvei oleh Zebra setuju bahwa real-time intelligence sangat krusial dalam memberikan perawatan pasien yang optimal.
Rumah sakit cerdas di masa depan bakal bergantung pada locationing (penentuan lokasi) dan otomatisasi untuk menjawab meningkatnya kebutuhan, tanpa mengorbankan kualitas perawatan pasien. Memahami pola penggunaan akan membantu dalam memprediksi apa yang dibutuhkan pada skenario di masa depan dan membantu menghasilkan penagihan yang lebih akurat dan tepat waktu.
Saat Internet of Things (IoT) makin canggih, teknologi seperti radio frequency identification (RFID) dan real-time location systems (RTLS) semakin mudah diakses. Jika mau, semua rumah sakit sebetulnya sekarang sudah bisa melacak pergerakan staf, pasien dan peralatan mereka, termasuk ketersediaan kamar dan pasokan – dan ternyata mereka memang mau. Sekitar 40 persen dari eksekutif yang disurvei mengatakan bahwa saat ini mereka menggunakan teknologi locationing di banyak area rumah sakit. Selain itu, lebih dari 75 persen pembuat keputusan yang disurvei mengatakan berencana untuk mengimplementasikan teknologi locationing untuk mengawasi semua hal, mulai dari pasien dan spesimen mereka, hingga ketaatan para staf terhadap peraturan di tahun depan.
Ketika diintegrasikan dengan solusi mobility dan teknologi cerdas lainnya, rumah sakit bisa mencapai ekosistem informasi yang optimal. Seperti meningkatkan pengaturan ruang operasi dan ruang gawat darurat, mengotomatisasi alur pasien sehingga bisa segera mengalokasi sumber daya bagi mereka yang kebutuhannya lebih mendesak, dan membuat para staf bisa lebih fokus pada pasien. Visibilitas yang lebih besar juga membuat penanganan inventaris dan pengelolaan rantai pasokan menjadi lebih baik, untuk mencegah kekurangan stok atau kadaluarsa, yang banyak dialami oleh rumah sakit.
Tujuan Mobility (Kini Lebih Besar)
Dokter membutuhkan perangkat yang powerful untuk berbagi dan menerima kecerdasan di rumah sakit – dan untuk berhubungan dengan para perawat di seluruh fasilitas rumah sakit atau di lapangan dalam ambulans. Menurut penelitian Zebra, 55 persen dokter yang disurvei mengatakan menghubungkan sistem rumah sakit supaya terjadi komunikasi yang lebih baik antar para pekerja, adalah tantangan utama di rumah sakit mereka.
Jawabannya, bagi kebanyakan organisasi layanan kesehatan ini, adalah mobility yang ditingkatkan. Sebanyak 80 persen dokter yang disurvei setuju bahwa kualitas perawatan pasien bisa ditingkatkan jika ada akses ke tool kolaborasi dan aplikasi layanan kesehatan.
Hasilnya, prioritas rumah sakit akan solusi mobility telah berubah seiring perkembangan mereka dalam empat tahun terakhir. Tahun 2017, para pemimpin di institusi layanan kesehatan lebih fokus berinvestasi untuk perawat pendamping pasien (bedside nurses), teknisi lab, apoteker, dan mereka yang sering mengakses electronic health records (EHR) dan melakukan koordinasi perawatan untuk pasien rumah sakit. Saat ini, prioritasnya – setidaknya di rumah sakit – adalah memberikan tool yang dibutuhkan oleh perawat dalam memberikan perawatan yang penting di ruang gawat darurat, ruang operasi, dan unit perawatan intensif, agar mereka bisa melakukan tugas-tugas yang mendesak dan mengelola lonjakan pasien dengan lebih baik.
Namun, pemimpin rumah sakit tahu bahwa setiap staf harus bisa dihubungi, responsif, dan bisa melaporkan status tugas mereka, jika rumah sakit mengelola rantai pasokan, mengatur logistik pergantian kamar, memastikan penagihan yang akurat, dan banyak lagi, dengan lebih baik. Mayoritas dokter dan pembuat keputusan yang disurvei juga setuju bahwa kualitas perawatan pasien akan meningkat jika perawat, dokter, dan staf pendukung non-klinis memiliki akses ke perangkat mobile dan aplikasi layanan kesehatan. Sekitar 9 dari 10 pembuat keputusan yang disurvei mengatakan mereka berencana untuk meningkatkan investasi mereka untuk solusi IT, clinical mobility, dan location, di mana lebih dari 35 persen mengindikasikan bahwa peningkatan investasi itu akan lebih dari 10 persen.
Mereka tidak memberikan perangkat begitu saja. Perangkat yang dimiliki rumah sakit dikhususkan untuk lingkungan klinis dengan aplikasi layanan kesehatan yang makin banyak digunakan di banyak area klinis.
Dulu, beberapa rumah sakit masih mengizinkan staf mereka menggunakan perangkat pribadi saat bekerja, dan beberapa rumah sakit pada awalnya menggunakan smartphone dan tablet consumer untuk menguji aplikasi mobile dalam settingan klinis. Tapi kemudian banyak yang mendapati bahwa perangkat tersebut tidak bisa memenuhi kebutuhan perawatan pasien akut. Penelitian Zebra mengungkap bahwa penggunaan perangkat yang healthcare-ready lebih disukai dibandingkan perangkat consumer, dengan hampir setengah dari pembuat keputusan yang disurvei melaporkan bahwa mereka memberikan perangkat milik rumah sakit yang enterprise-grade untuk staf rumah sakit mereka.
Ini adalah berita yang menggembirakan karena perangkat seluler yang khusus dikembangkan untuk layanan kesehatan memberikan staf klinis dan non-klinis fungsi yang mereka butuhkan untuk menjalankan tugas tanpa mengorbankan keamanan siber atau privasi pasien. Perangkat-perangkat ini juga tahan terhadap pembersihan dan disinfeksi yang harus dilakukan secara konstan untuk membantu mengurangi risiko infeksi, yang merupakan perhatian khusus di kalangan dokter dan eksekutif rumah sakit.
Memperluas Jangkauan dan Dampak dari Kolaborasi Virtual
Bagi rumah sakit, pandemi COVID-19 adalah momentum untuk bertindak: model perawatan harus berubah. Dokter dan perawat harus bisa berkonsultasi dengan rekan-rekan lain yang terpisah secara fisik – baik di luar kamar pasien yang terinfeksi atau dalam ambulans yang sedang menuju ke ruang gawat darurat. Mereka harus bisa memperbarui lebih banyak catatan medis, memberikan lebih banyak resep, memproses lebih banyak uji lab, dan memberikan kualitas pelayanan yang layak bagi setiap pasien tanpa kelelahan berlebihan.
Dengan demikian, pembuat keputusan yang berwawasan ke depan di rumah sakit menjajagi berbagai cara untuk membuat operasional menjadi lebih prediktif, bukannya reaktif, dan mereka beralih ke bantuan artificial intelligence (AI), prescriptive analytic, dan teknologi-teknologi canggih lainnya.
Perangkat yang didukung AI bisa memberdayakan para staf untuk memonitor dan merespons pasien dari jarak jauh melalui pemeriksaan dan pelaporan tanda-tanda vital secara teratur. Jika ada yang salah, mereka bisa mengirimkan pemberitahuan ke perangkat seluler dokter. Ini juga memberikan keuntungan dari sisi keamanan, karena bisa membantu membatasi jumlah staf klinis yang harus masuk ke kamar pasien yang terinfeksi.
Predictive operation juga akan memudahkan untuk meningkatkan pengelolaan alur kerja, dengan membantu pembuat keputusan – atau sistem otomatis – memberikan tugas yang tepat kepada orang yang tepat di waktu yang tepat.
Dengan kata lain, jika solusi teknologi dipilih dan diimplementasikan secara saksama, operasional rumah sakit akan menjadi lebih mudah dan intuitif. Para staf tidak lagi terpaksa harus bekerja di lingkungan yang kurang efisien. Dengan sistem yang lebih cerdas dan lebih terkoneksi, perawat, dokter, dan staf non-klinis di garis depan akan memiliki kecerdasan dan sumber daya yang mereka butuhkan untuk memberikan perawatan pasien yang konsisten, tanpa mengorbankan kesejahteraan mereka.