PT Astra Digital Arta (AstraPay) merupakan perusahaan yang bergerak di layanan pembayaran digital dan penyedia solusi finansial yang beroperasi sejak tahun 2021 lalu.
”Jadi, AstraPay itu menerima linsensi Bank Indonesia di tahun 2020, dan kita launch produk kita pada September 2021,” ujar Arthur Purnama, Director of Product & Technology AstraPay saat sesi wawancara penjurian TOP Digital Awards yang digelar Majalah It Works secara virtual pada Kamis (7/11/2024).
Lebih lanjut pada paparannya di hadapan dewan juri, Arthur juga mengungkap soal value proposition yang dipegang AstraPay. Dalam hal ini ada empat value proposition yang dimiliki.
“Value proposition kita ada empat. Jadi, kita ingin menjadi mobility wallet, ingin menjadi trusted digital payment & financial solutions. Kita ingin memberikan smart wallet dan produk kita itu dibangun di Astra Ecosystem. Jadi, kita bisa mendorong value yang lebih baik, yang kita ingin berikan ke customer kita,” kata Arthur.
Menyinggung sedikit soal kinerja bisnis perusahaan, Arthur mengatakan bahwa total user (pengguna) AstraPay hingga September 2024 sudah menyentuh angka 14,7 juta user yang sudah teregistrasi. Adapun total transaksi yang sudah diproses sejak produk diluncurkan hingga hingga sekarang itu ada sekitar 166 juta, sementara transaksi diproses nilainya sekitar Rp108 triliun.
Nah, semua capaian di atas, dikatakan Arthur, diraih berkat produk perusahaan yang memiliki banyak sekali fitur, antara lain top-up, transfer, pembayaran angsuran, pembelian pulsa, pembayaran QRIS dan lain sebagainya.
“Dan semua produk itu didukung oleh partner kita. Ada banyak partner kita, baik dari ekosistem Astra maupun di luar ekosistem Astra. Dari ekosistem Astra contohnya FIFGroup, ACC, MauCash, dan TAF. Nah, produk-produk kita pun dipakai oleh merchant (bisnis merchant). Bisnis merchant itu juga bisa datang dari ekosistem Astra maupun dari luar ekosistem Astra,” jelas Arthur.
“Nah, dari ekosistem Astra itu sudah sekitar lebih dari 43 Astra business unit yang sudah menggunakan produk bisnisnya kita. Di luar itu juga ada seperti MRT, Transjakarta, Allofresh, Sayurbox, dan sebagainya. Itu untuk QRIS saja. Jadi, (untuk) QRIS itu kita sudah lebih dari 26 ribu bisnis merchant yang menggunakan, dan produk-produk lain ada sekitar 17.000 (di segmen) Small Medium Enterprises,” sambungnya.
Lebih lanjut, Arthur juga menegasakan bahwa produk yang dibangun AstraPay sudah memiliki lisensi dan memenuhi sertifikasi, baik dari sisi keamanan maupun perlindungan data pribadi.
“Produk yang kita buat itu sudah memiliki lisensi dari Bank Indonesia dan tentunya kita juga memiliki sertifikasi yang kita bangun secara inisiatif, contohnya ISO 27001:2013, dan ada yang terbaru 2022. Lalu, kita juga memiliki sertifikasi ISO 27701 untuk perlindungan data pribadi,” tuturnya.
Komitmen pada Kualitas dan Keamanan
Sebagai perusahaan yang bergerak di industri financial technology (Fintech), AstraPay memiliki komitmen yang tinggi terhadap pertubuhan berkelanjutan, serta kualitas dan keamanan layanannya. Ini sebagaimana diungkap Arthur dalam paparannya di hadapan dewan juri.
AstraPay, seperti dikatakan Arthur, dipimpin oleh Rina Apriana, selaku Chief Executive Officer. Sebagai CEO, Rina Apriana disebut memiliki komitmen untuk mendorong data driven decision making.
“Jadi, data driven mindset itu sangat didorong oleh Bu Rina, dan berkomitmen untuk membangun budaya yang mendukung improvement dan fokus pada proses dan optimalisasi productivity untuk mendukung sustainable growth,” kata Arthur.
“Sementara dari sisi saya sendiri (selaku Director of Product & Technology), saya berkomitmen untuk terus me-enhance dan meng-improve fitur dan user experience dari produknya kita juga selalu mendorong industry standart yang lebih baik terutama di security dan saya berusaha apply best practices untuk memastikan bahwa organisasi kita mempu membangun dan dan mengoperasikan produk finasial kita (yang) terbaik. Tentunya saya juga berusaha untuk fokus pada detail dan memastikan bahwa produk kita itu memiliki nilai, quality, dan secuirty yang baik,” lanjut Arthur.
Komitmen tersebut, lalu diejawantahkan dalam bentuk IT Master Plan yang dicanangan perusahaan, yang dalam hal ini dibagi menjadi tiga, yakni People, Process, dan Technology.
”Masing-masing itu ada fokus, misalnya kalau dari people, kita fokuskan master plan kita di di Talent Attraction, Upskiling, Reputation, Training, dan Recognition. Di Process kita fokus ke Agility, Automation, Quality, Optimization, dan tentunya user experience yang baik,” ujar Arthur.
Adapun dari sisi Technology, perusahaan berfokus pada Risk Management, Security, Monitoring Incident, Product Development, dan Production Pipeline.
“(Untuk) Risk Management, (kita) proaktif approach untuk memastikan bahwa segala produk yang kita bikin itu secara risiko kita kontrol. Security, untuk memastikan bahwa produk kita itu bisa dipakai dengan nyaman dan aman, serta kita bekerja di kantor dengan nyaman dan aman. Monitoring Incident untuk memastikan bahwa jika terjadi insiden di dalam produk kita, kita bisa meng-handling dengan baik, customer service kita juga berfungsi dengan baik,” jelas Arthur.
“Product Development, kita mendorong kolaborasi accross department, dan kita fokus pada kualitas produk yang baik. Dan Production Pipeline, di mana kita memastikan bahwa dari produk itu dipikirkan atau di-discover, hingga produk itu di-operate itu kita memiliki standart quality yang bagus, kemungkinan error-nya rendah, dan workflow yang optimal,” sambungnya.
Tidak bisa dipungkiri, bahwasanya semua yang diungkap tadi, tentunya juga harus didukung oleh IT Investment perusahaan, yang dalam hal ini terdiri dari empat mekanisme, yakni Business Strategy and Target Alignment; IT Scenario and Planning to align with Business Strategy; Continuous and Frequend Evaluation, Control and Monitoring: serta Forecasting and Interative Re-Planning Process.
“Nah dari empat ini kita alokasikan ke tiga besaran yang tadi, di master plan kita, yaitu People, Process, dan Technology. Untuk konteks hari ini, yaitu Generative AI dan Security, contoh seperti apa sih invesment allocation kita, contohnya untuk Documentation & Development Process, Customer Experienc, KYC, dan Fraud Detection System,”ungkap Arthur.
“Lalu (untuk) governance and policy kita itu juga kita fokuskan juga di budaya, karena produk kita itu regulasinya sangat tinggi dan sangat kompleks dalam dunia digital, (sehingga) kita tentunya pengen punya budaya yang men-support semua itu,” pungkasnya.