Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) menilai, penetrasi teknologi layanan seluler generasi ketiga (3G) di Indonesia belum maksimal meskipun operator telekomunikasi berhasil melakukan migrasi blok 3G di frekuensi 2,1 GHz dan menempatkannya secara berdampingan.
“Penetrasi teknologi 3G di Indonesia belum merata, baru mencapai sekitar 30% dari total populasi yang ada,” kata Direktur Penataan Sumber Daya Kemenkominfo Titon Dutono di Jakarta, Rabu (23/10).
Menurut Titon, tidak meratanya penetrasi tersebut tercermin dari data hasil migrasi lima operator, yaitu Tri memiliki wilayah 3G di 22 provinsi, Indosat (18 provinsi), XL (30 provinsi), Axis (14 provinsi) dan Telkomsel (33 provinsi).
Jika dilihat dari pangsa pasar layanan 3G, Telkomsel menguasai pangsa sekitar 42%, Indosat 16,7%, XL Axiata 15,9%, Hutchison 3 Indonesia (Tri) 5,4%, dan Axis 2,1%.
Di tengah mulai diterimanya layanan 3G di masyarakat, operator telekomunikasi dan pemerintah tengah merancang untuk melompat menuju layanan dengan teknologi 4G Long Term Evolution (LTE).
Sinyal itu dilempar Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring yang berencana membuka peluang bisnis LTE pada akhir 2013.
Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemenkominfo Gatot S Dewa Broto menambahkan peluang bisnis yang dimaksud ialah menyusun Rancangan Peraturan Menteri (RPM) terkait LTE.
Kemenkominfo hanya bertindak sebagai pembuat regulasi sedangkan teknis bisnis sepenuhnya ada pada masing-masing operator.
“Kalau industri mendesak untuk LTE, kita siapkan. Diharapkan bulan November materi RPM LTE sudah disusun,” katanya sepertin dikutip antara.
Rebalancing Frekuensi Ide menggulirkan LTE ini sah-sah saja, namun pemerintah sepertinya memiliki pekerjaan rumah yang harus diselesaikan yaitu mengalokasikan frekuensi yang ideal dan membuka sekat pembatasan teknologi untuk para pemain agar bisa melayani pelanggan 2G, 3G dan 4G secara optimal.
Saat ini posisi frekuensi yang dimiliki kelima operator itu dalam menyelenggarakan mobile broadband adalah Telkomsel sebesar 7,5 MHz di pita 900 MHz, 22,5 MHz di 1800 MHz, dan 15 MHz di 2,1 GHz.
Indosat sebesar 10 MHz di 900 MHz, 20 MHz di 1800 MHz, dan 10 MHz di 2,1 GHz. XL sebesar 7,5 MHz di 900 MHz dan 1.800 MHz, dan 15 MHz di 2,1 GHz. Dan Tri memiliki 10 MHz di 1800 MHz dan 2,1 Ghz. Axis 15 Mhz di 1.800 Mhz dan 10 MHz di 2,1 GHz.
Dari data tersebut terlihat alokasi spektrum untuk menggelar mobile broadband tak berimbang, padahal kebutuhan bandwidth di masa depan kian besar.
Komposisi yang ada sekarang, terdapat operator yang hanya mempunyai capacity band, tetapi ada juga yang memiliki capacity dan coverage band sekaligus.
Hal yang harus dipahami adalah jika operator menjalankan LTE, maka frekuensi akan terpaksa didedikasikan untuk data, sedangkan layanan suara akan diambil alih oleh 3G atau 2G.
Seandainya, operator GSM di Indonesia diizinkan menjalankan LTE di 1.800 MHz, tentunya masalah alokasi frekuensi ini mendesak di-rebalancing terlebih dulu agar kualitas layanan tak menurun.
Rebalancing alokasi spektrum frekuensi dapat dilakukan dengan mengacu pada tingkat agresivitas penggelaran jaringan dari para operator eksisting dan menjadikannya dasar untuk melakukan redistribusi alokasi spektrum frekuensi.Jika ini tak dilakukan, maka pelanggan dipastikan sulit merasakan secara ideal layanan mobile broadband. (marcapada@yahoo.com)