Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk e-commerce, berkomitmen menghentikan peredaran barang palsu dan bajakan yang selama ini beredar di pasaran, baik yang dijual secara daring maupun luring. Ini adalah wujud keseriusan pemerintah dalam perlindungan kekayaan intelektual.
“Sudah bertahun-tahun Indonesia berada dalam status Priority Watch List (PWL) yang dirilis oleh Kantor Kamar Dagang Amerika Serikat (USTR),” kata Dirjen KI Freddy Harris saat penandatangan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM dengan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Ditjen Bea dan Cukai) Kementerian Keuangan secara virtual, 06/10/2021.
PKS tersebut ditandatangani oleh Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (Dirjen KI) Freddy Harris bersama Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri, Komjen. Pol. Agus Andrianto, dan Direktur Jenderal Bea dan Cukai (Dirjen Bea dan Cukai) Askolani.
Lima e-commerce daring yang tergabung di Asosiasi E-commerce Indonesia (IDEA) yaitu Tokopedia, Bukalapak, Shopee, Blibli dan Lazada juga melakukan deklarasi mendukung komitmen pemerintah dalam memberantas peredaran produk yang melanggar kekayaan intelektual (KI) di platform mereka.
Baca: Alibaba klaim jumlah barang palsu yang dijualnya berkurang signifikan tahun lalu
Dirjen KI Freddy Harris mengatakan, “Ini adalah upaya pemerintah dalam menegakkan hukum di bidang KI serta mengeluarkan Indonesia dari PWL karena dinilai memiliki tingkat pelanggaran KI cukup berat.”
Keseriusan pemerintah tersebut ditandai dengan dibentuknya Satuan Tugas Operasi (Satgas Ops) penanggulangan status PWL Indonesia di bidang KI yang terdiri dari DJKI, Bareskrim Polri, Ditjen Bea dan Cukai, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Instansi yang tergabung dalam satgas ops ini merupakan lembaga yang memiliki kewenangan penegakan hukum, sehingga memudahkan dalam melakukan penegakan hukum ketika terjadi pelanggaran KI.
Penilaian USTR yang menyematkan status PWL kepada Indonesia juga berpengaruh terhadap pemberian fasilitas Generalized System of Preference (GSP). GSP merupakan program penurunan tarif bea masuk yang diberikan oleh AS kepada negara berkembang termasuk Indonesia.
Pemberian fasilitas GSP ini dapat membantu meningkatkan kinerja usaha ekspor Indonesia ke AS; di mana sebagian besar produk ekspor unggulan seperti produk agrikultur, tekstil, garmen, dan perkayuan akan memperoleh pemotongan bea masuk sebesar 5 persen yang berdampak pada meningkatnya daya jual produk tersebut.
Apabila Indonesia masih berstatus PWL, maka AS akan menaikkan tarif bea masuk sebesar 7 persen, yang dapat memberatkan pelaku usaha ekspor maupun investor yang menanamkan modalnya di Indonesia.
Baca: 5 Tips Cara Hindari Penipuan Beli Produk dari Toko Online