HP mengumumkan temuan-temuan menarik dari HP Work Relationship Index pertama, sebuah studi komprehensif yang mengukur dan menganalisa hubungan antara masyarakat di seluruh dunia dengan pekerjaan mereka. Studi ini melibatkan lebih dari 15.600 pekerja pengetahuan (knowledge workers) dari berbagai industri di 12 negara, termasuk Indonesia. HP Work Relationship Index mengungkapkan bahwa hubungan masyarakat dengan pekerjaan sedang berada di titik kritis, dan hal ini berdampak secara luas.
“Saat ini, kita memiliki peluang besar untuk memperkuat hubungan antara para pekerja dengan pekerjaan, melalui cara-cara yang berdampak positif baik kepada masyarakat maupun bisnis,” ujar Lim Choon Teck, Managing Director HP Indonesia, dalam siaran pers, 27/10/203.
“Sebagai pimpinan, kita harus menolak ketika seakan-akan pilihan yang ada hanyalah antara produktivitas atau kebahagiaan. Perusahaan yang paling sukses dibangun di atas budaya yang mendukung pekerja untuk berprestasi dalam karirnya dan juga berkembang di luar pekerjaan.”
Studi global HP ini menganalisis lebih dari 50 aspek hubungan masyarakat dengan pekerjaan, termasuk peran pekerjaan dalam kehidupan, keterampilan, kemampuan, peralatan dan lokasi kerja, serta ekspektasi terkait kepemimpinan. Studi ini juga meneliti dampak pekerjaan terhadap kesejahteraan, produktivitas, keterlibatan, dan budaya kerja. Melalui analisis ini, HP mengembangkan Work Relationship Index (WRI) atau Indeks Relasi Pekerjaan HP, yang merupakan indikator hubungan para pekerja di dunia terhadap pekerjaan mereka, yang dapat diukur dari waktu ke waktu.
Melampaui rata-rata global, Indonesia berada di peringkat keempat dengan hubungan paling sehat di antara kedua belas negara yang diteliti, dengan 38% pekerja pengetahuan menikmati hubungan sehat dengan pekerjaan, dibandingkan dengan rata-rata global yang hanya 27%. Temuan menarik lainnya adalah negara berkembang memiliki tingkat hubungan yang lebih baik dibandingkan dengan negara maju seperti Amerika Serikat dan Prancis. India memiliki relasi yang paling sehat dengan 50% dan Jepang menunjukkan relasi paling tidak sehat dengan hanya 5%. Meskipun angkanya kurang dari 50%, Indonesia mengungguli sebagian besar negara terutama dalam hal Pemenuhan, Keterampilan, dan Fokus Pada Manusia. Informasi lebih lanjut mengenai Work Relationship Index ini dapat dibaca di sini.
Hubungan Tidak Sehat dengan Pekerjaan Berdampak pada Kesejahteraan Mental, Emosional, dan Fisik Pekerja
Pada studi inovatif ini, HP melibatkan para pimpinan bisnis, pengambil keputusan TI, dan pekerja pengetahuan untuk mendapatkan wawasan tentang faktor-faktor yang mendorong pengalaman kerja yang bermakna, produktif, dan memiliki tujuan. Temuan-temuan dari WRI menyoroti dampak negatif dari hubungan tidak sehat dengan pekerjaan terhadap kehidupan pekerja dan bisnis perusahaan.
Hubungan tidak sehat dengan pekerjaan dapat berdampak pada kesejahteraan pekerja di Indonesia:
- Kesehatan Mental: Hampir setengah (42%) dari para pekerja berjuang dengan harga diri dan kesejahteraan mental mereka, yang tercermin dengan penurunan pada penghargaan pada diri sendiri dan merasa gagal.
- Kesehatan Emosional: Masalah-masalah ini kemudian memengaruhi aspek-aspek lain dalam kehidupan, dengan 40% menyatakan bahwa hubungan pribadi dengan teman dan keluarga terganggu, dan hampir separuhnya (48%) terlalu lelah untuk mengejar hasrat dan minat pribadi.
- Kesehatan Fisik: Kesehatan mental dan emosional dapat mengganggu kesehatan fisik. Sebanyak 56% melaporkan kesulitan dalam menjaga pola makan yang sehat, berolahraga, dan tidur yang cukup.
Ketika pekerja tidak merasa bahagia dalam hubungan mereka dengan pekerjaan, hal ini akan berdampak pada bisnis. Hal ini akan mengurangi produktivitas, serta meningkatkan ketidaknyamanan di tempat kerja dan perasaan tidak terhubung dengan perusahaan . Berdasarkan penelitian, 77% dari pekerja pengetahuan di Indonesia mempertimbangkan untuk meninggalkan perusahaan mereka dan hanya 31% yang bersedia untuk merekomendasikan bekerja di perusahaan tersebut. Angka-angka ini akan terus meningkat jika mereka semakin tidak bahagia di tempat kerja.
Mengidentifikasi Faktor Pendorong di Balik Hubungan yang Sehat dengan Pekerjaan
Menurut hampir 76% pekerja pengetahuan di Indonesia, ekspektasi terhadap pekerjaan telah berubah secara signifikan, terutama dalam dua hingga tiga tahun terakhir. Selain itu, 74% responden yang disurvei menyatakan bahwa ekspektasi mereka tentang bagaimana mereka diperlakukan di pekerjaan dan di tempat kerja juga meningkat.
Studi ini meneliti lebih dari 50 faktor yang berkontribusi terhadap hubungan yang sehat dengan pekerjaan. Dari faktor-faktor tersebut, studi ini mengidentifikasi enam pendorong utama yang menjadi area fokus penting dan rekomendasi bagi para pimpinan bisnis. Keenam faktor pendorong utama tersebut menjadi bagian utama WRI yang dapat dicek dari waktu ke waktu.
Fulfillment atau Pemenuhan: Pekerja mendambakan tujuan, pemberdayaan, dan hubungan yang tulus dengan pekerjaan, namun hanya 39% pekerja pengetahuan yang merasakan aspek-aspek ini secara konsisten. Untuk beradaptasi dengan ekspektasi yang terus berkembang dari para pekerja, perusahaan harus memprioritaskan pemenuhan kebutuhan karyawan dengan memprioritaskan suara dan kemandirian (agency) para karyawan.
Leadership atau Kepemimpinan: Cara kerja yang baru menuntut gaya kepemimpinan yang baru. Menurut 80% pekerja pengetahuan, penting untuk memiliki jajaran pimpinan yang menunjukkan empati. Tempat kerja masa kini dituntut untuk dapat memupuk kecerdasan emosional dan mendukung kepemimpinan yang transparan dan berempati.
People-centricity atau Fokus pada Manusia: Hanya 33% pekerja pengetahuan yang secara konsisten menerima rasa hormat dan nilai yang mereka rasa pantas mereka dapatkan. Bahkan, lebih sedikit lagi yang merasakan fleksibilitas, otonomi, dan keseimbangan kerja-kehidupan yang mereka cari. Untuk menjawab hal ini, para pimpinan harus memberikan penekanan yang nyata dalam mengutamakan karyawan dan menempatkan tim mereka sebagai landasan dalam pengambilan keputusan.
Skills atau Keterampilan: Meskipun mayoritas pekerja pengetahuan menghargai kekuatan dan keterampilan teknis yang kuat, hanya 42% yang secara konsisten merasa percaya diri dengan kecakapan mereka dalam kedua hal tersebut. Segmen-segmen bisnis yang dianggap menjadi “praktik terbaik” memiliki peluang untuk memperoleh keunggulan dalam pengembangan keterampilan penting dan pelibatan karyawan dengan berinvestasi pada pelatihan dan dukungan yang menyeluruh.
Tools atau Peralatan: Namun, keyakinan bahwa perusahaan akan mendukung dengan peralatan yang tepat untuk kerja hybrid masih rendah, yaitu hanya 33%. Tidak lagi sekadar alat, portofolio teknologi merupakan faktor pendorong penting bagi keterlibatan karyawan, koneksi, dan pemberdayaan.
Workspace atau Lokasi Kerja: 76% pekerja pengetahuan menginginkan lingkungan yang memudahkan dan memperlancar kerja dari dan di antara berbagai lokasi. Mereka ingin memilih tempat mereka bekerja setiap hari. Lokasi kerja hybrid yang efektif, transisi yang mudah, fleksibilitas, dan otonomi akan sangat penting dalam menunjukkan kepercayaan kepada karyawan dan menumbuhkan pengalaman kerja yang positif.
Kepercayaan dan Hubungan Emosional Kini Menjadi Kunci dalam Menarik dan Mempertahankan Pekerja
Work Relationsip Index (WRI) atau Indeks Relasi Pekerjaan HP menunjukkan bahwa sekarang adalah momen yang sangat penting untuk mendefinisikan kembali hubungan dunia dengan pekerjaan. Kepercayaan yang lebih besar dan hubungan emosional di tempat kerja merupakan tema yang kuat dan berulang di antara keenam faktor pendorong utama. Di Indonesia, 71% pekerja pengetahuan ingin didorong untuk mengomunikasikan perasaan mereka.
Secara signifikan, penelitian ini menemukan bahwa kecerdasan emosional–yang dibarengi peningkatan kepercayaan dan kemandirian–memiliki pengaruh yang cukup besar di kalangan karyawan. Sekitar 81% responden mengatakan bahwa mereka bersedia menerima gaji yang lebih rendah demi bekerja di tempat yang menghargai faktor-faktor ini.
- Budaya tempat kerja yang kuat: Lebih dari 4 dari 5 pekerja pengetahuan bersedia menerima pemotongan gaji sebesar 11% untuk bekerja di tempat yang memiliki kepemimpinan yang berempati dan cerdas secara emosional, serta keterlibatan dan kepuasan karyawan di atas rata-rata.
- Fleksibilitas: Kelompok yang sama akan merelakan 12% dari gaji mereka untuk bekerja di tempat yang memungkinkan mereka bekerja di mana dan kapan pun mereka inginkan.
Secara keseluruhan, studi ini menemukan bahwa 73% dari para pekerja pengetahuan di Indonesia mengatakan bahwa saat ini adalah waktu yang sangat penting untuk mendefinisikan kembali hubungan masyarakat dengan pekerjaan. Masyarakat menginginkan pimpinan yang cerdas secara emosional, bahkan bersedia menerima gaji yang lebih rendah, dan memprioritaskan teknologi yang mendukung kebutuhan pekerja. Semua ini sejalan dengan misi HP untuk memberdayakan setiap orang agar dapat bekerja di mana saja dan kapan saja.