Jakarta, ItWorks- Dengan kian banyaknya anak-anak yang dapat mengakses atau memiliki ponsel cerdas, para penjahat siber juga banyak yang menyasarnya sebagai target. Oleh karena itu, sangat penting bagi orang tua untuk terus mengetahui informasi tentang ancaman siber terbaru yang menargetkan anak-anak agar mereka dapat lebih terlindungi.
Kali ini, para ahli Kaspersky, perusahaan penyedia dan pengembang solusi IT seciruty- mengeksplorasi beberapa tren siber utama yang harus diwaspadai orang tua. Selain itu, juga memberikan tips tentang cara melindungi aktivitas online anak-anak mereka.
“Seperti yang bisa kita lihat, banyak tren yang terjadi di masyarakat juga berdampak pada kalangan anak-anak, sehingga menjadikan mereka target potensial bagi para penyerang. Hal ini mencakup perkembangan dan popularitas AI dan rumah pintar, serta perluasan dunia game dan industri FinTech,” ,kata Andrey Sidenko, pakar keamanan dan privasi di Kaspersky yang dilansir dalam rilis pers (17/01/2024),di Jakarta.
Karena itu, lanjutnya, sangat penting untuk mengajarkan anak-anak dasar-dasar keamanan siber sejak usia dini agar tidak jatuh ke dalam perangkap penjahat dunia maya, ancaman siber apa saja yang dapat terjadi saat bermain game, dan cara melindungi data pribadi dengan benar. “Semua ini kini menjadi pengetahuan yang harus dimiliki tidak hanya oleh orang dewasa, tetapi juga bagi pengguna termuda,” ujarnya.
Dari kajian yang dilakjukan, berikut ada beberapa tren digital anak..
- Anak-anak akan semakin banyak menggunakan teknologi AI yang, sejauh ini, belum siap menyediakan tingkat keamanan siber dan konten yang sesuai dengan usia mereka.
Menurut penelitian PBB, sekitar 80 persen anak muda mengaku berinteraksi dengan AI beberapa kali sehari. Dengan berkembangnya AI, banyak aplikasi yang kurang dikenal bermunculan dengan fitur yang tampaknya tidak berbahaya, seperti mengunggah foto untuk menerima versi modifikasi. Namun, ketika anak-anak mengunggah gambar mereka ke aplikasi semacam itu, mereka tidak pernah tahu di database mana foto-foto mereka akan tetap ada, dan apakah foto-foto itu akan digunakan lebih lanjut.
Selain itu, aplikasi AI, khususnya chatbot, dapat dengan mudah menyediakan konten yang tidak sesuai usia saat diminta. Misalnya, ada banyak chatbot AI yang dirancang khusus untuk memberikan pengalaman “erotis”. Meskipun beberapa anak memerlukan verifikasi usia, hal ini berbahaya karena beberapa anak mungkin memilih untuk berbohong tentang usia mereka dan pencegahan terhadap kasus-kasus tersebut tidak cukup.
- Meningkatnya serangan aktor berbahaya terhadap gamer muda
Menurut statistik online terbaru, 91 persen anak usia 3-15 tahun bermain game di perangkat apa pun. Untuk beberapa game, obrolan suara dan teks yang tidak dimoderasi merupakan bagian besar dari pengalaman tersebut. Dengan semakin banyaknya generasi muda yang mengakses internet, para penjahat siber dapat membangun kepercayaan dengan cara sama seperti yang mereka lakukan secara langsung. Pertama, penjahat siber mendapatkan kepercayaan dari pemain muda dengan memikat mereka dengan hadiah atau janji persahabatan. Begitu mendapatkan kepercayaan, mereka mendapatkan informasi pribadi para gamer muda melalui ajakan untuk mengeklik tautan phishing, dan mengunduh file berbahaya yang menyamar sebagai mod permainan untuk Minecraft atau Fortnite, atau bahkan melakukan grooming.
- Perkembangan industri FinTech untuk anak-anak menandai munculnya ancaman baru
Semakin banyak bank yang menyediakan produk dan layanan khusus anak-anak, termasuk kartu perbankan yang dirancang untuk mereka berusia 12 tahun. Namun, dengan diperkenalkannya kartu perbankan untuk anak-anak, mereka juga menjadi rentan terhadap pelaku ancaman yang bermotif finansial dan rentan terhadap serangan penipuan konvensional, seperti janji PlayStation 5 gratis atau aset berharga lainnya setelah memasukkan detail kartu di situs phishing. Dengan menggunakan teknik rekayasa sosial, penjahat siber dapat mengeksploitasi kepercayaan anak-anak dengan menyamar sebagai teman sebaya dan meminta pembagian rincian kartu atau transfer uang ke rekening mereka.
- Jumlah kasus ancaman rumah pintar dengan anak-anak berpotensi menjadi sasaran, akan meningkat
Meskipun meningkatnya jumlah kasus ancaman terhadap perangkat rumah pintar, produsen tidak terburu-buru menciptakan teknologi kekebalan siber yang dapat mencegah potensi eksploitasi kerentanan. Namun, hal ini juga berarti anak-anak dapat menjadi alat bagi penjahat dunia maya dalam melakukan serangan. Misalnya, jika perangkat pintar menjadi alat pengawasan yang berfungsi penuh dan seorang anak sendirian di rumah, penjahat dunia maya dapat menghubungi mereka melalui perangkat tersebut dan meminta informasi sensitif seperti nama, alamat, dan waktu, ketika orang tuanya tidak ada di rumah — atau bahkan nomor kartu kredit orang tuanya. Dalam skenario seperti ini, selain peretasan perangkat, terdapat juga risiko kehilangan data finansial atau bahkan serangan fisik.
- Anak-anak akan menuntut ruang online/pribadi mereka dihormati
Seiring bertambahnya usia, anak-anak mengembangkan kesadaran diri yang lebih besar, yang mencakup pemahaman tentang ruang pribadi, privasi, dan data sensitif, baik offline maupun online. Akibatnya, ketika orang tua dengan tegas mengomunikasikan niatnya untuk menginstal aplikasi digital parenting di perangkatnya, tidak semua anak akan menerima hal tersebut dengan terbuka. Inilah sebabnya mengapa orang tua kini memerlukan keterampilan untuk mendiskusikan pengalaman online anak-anak mereka dan pentingnya mengasuh aplikasi digital untuk keamanan online sambil tetap menghormati ruang pribadi. Hal ini melibatkan penetapan batasan dan ekspektasi yang jelas serta mendiskusikan alasan penggunaan aplikasi dengan anak di situasi apa pun.
- Anak-anak sangat ingin mengunduh aplikasi yang tidak tersedia di negara mereka, namun justru menemukan salinan berbahaya
Dikatakan, jika suatu aplikasi tidak tersedia di wilayah Anda, para pengguna muda akan mencari alternatif, yang sering kali merupakan salinan berbahaya. Bahkan jika mereka beralih ke toko aplikasi resmi seperti Google Play, mereka tetap berisiko menjadi mangsa penjahat dunia maya. “Dari tahun 2020 hingga 2022, peneliti Kaspersky telah menemukan lebih dari 190 aplikasi yang terinfeksi Harly Trojan di Google Play, yang mendaftarkan pengguna ke layanan berbayar tanpa sepengetahuan. Perkiraan konservatif mengenai jumlah pengunduhan aplikasi-aplikasi ini adalah 4,8 juta, namun jumlah korban sebenarnya mungkin lebih tinggi lagi,” ujarnya.
Ditegaskan, pakar Kaspersky yakin bahwa melindungi anak-anak dari ancaman keamanan siber pada tahun 2024 memerlukan tindakan proaktif dari orang tua:
• Dengan tetap mendapatkan informasi tentang ancaman terkini dan secara aktif memantau aktivitas online anak-anak mereka, orang tua dapat menciptakan lingkungan online yang lebih aman bagi sang buah hati.
• Sangat penting bagi orang tua untuk berkomunikasi secara terbuka dengan anak-anak mereka tentang potensi risiko yang mungkin akan dihadapi saat online dan menerapkan pedoman yang ketat untuk memastikan keselamatan mereka.
• Untuk membantu orang tua memperkenalkan anak-anak mereka pada keamanan siber di tengah lanskap ancaman yang terus berkembang, para ahli Kaspersky telah mengembangkan sistem aplikasi Cybersecurity Alphabet dengan konsep-konsep utama dari industri keamanan siber. Dalam buku ini, anak akan mengenal teknologi baru, mempelajari aturan utama kebersihan dunia maya, mengetahui cara menghindari ancaman online, dan mengenali trik penipu.
“Untuk mengamankan anak Anda dari mengunduh file berbahaya apa pun selama bermain game, kami menyarankan untuk menginstal solusi keamanan tepercaya di perangkat mereka. Tentunya dengan alat yang tepat seperti aplikasi pengasuhan anak digital yang dapat secara efektif melindungi anak-anak mereka dari ancaman dunia maya di era digital,” pungkasnya. (AC)