Sebagai lembaga yang bertugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara dan kekayaan negara, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memandang implementasi teknologi informasi dan komunikasi (TIK) atau teknologi digital sangat penting untuk menunjang kinerja institusi ini yang efektif, efisien, dan aman.
Dalam kurun sepuluh tahun terakhir ini atau sejak 2012, Kementerian ini serius melakukan transformasi digital melalui integrasi TIK di lingkungan Kemenkeu. Integrasi ini dilakukan karena kondisi pengelolaan TIK sebelum tahun 2012 berjalan silo-silo atau dilaksanakan secara terpisah oleh masing-masing unit TIK Eselon I Kemenkeu.
“Contohnya ada di Ditjen Pajak, Ditjen Bea dan Cukai, Ditjen Anggaran, karena terpisah-pisah ada banyak duplikasi karena setiap unit eselon I mengembangkan aplikasinya masing-masing dan terdapat duplikasi khususnya terhadap pengembangan aplikasi umum (common application),” ujar Budi Satrio, Kepala Bidang Program dan Layanan TIK di Pusat Sistem Informasi dan Teknologi Keuangan Kemenkeu dalam presentasi penjurian Top Digital Awards 2023 yang dilakukan secara daring, baru-baru ini.
Tak hanya itu, kata Budi, duplikasi juga terjadi dalam penganggaran infrastruktur TIK dan pusat data.
Selain itu, tingkat maturitas pengelolaan infrastruktur TIK antarunit eselon I Kemenkeu saat itu tidak seragam. Kualitas infrastruktur dan fasilitas pendukung juga bervariasi.
“Ada yang sudah sangat canggih, tapi ada yang masih di bawah. Selain itu belum ada standar platform dan tata kelola pengembangan sistem, sehingga berpengaruh pada kualitas sistem dan menyulitkan integrasi data di tingkat Kementerian,” tutur
Budi yang membawakan materi presentasi berjudul Harmonisasi Transformasi Digital dan Keamanan Siber dalam Mendukung New Ways of Working Kementerian Keuangan.
Karena kondisi-kondisi tersebut, Kemenkeu melakukan integrasi TIK yang sudah dimulai sejak tahun 2011. Pelaksanaan integrasi TIK Kemenkeu dimulai dengan konsolidasi infrastruktur yang dilakukan pada 2012 hingga 2014. Beberapa upaya yang dilakukan pada 2012 antara lain konsolidasi Data Center (DC) di eselon I (DJA, DJPPR, DJPK, DJPB, BKF, ITJEN, DJKN, dan BPPK) serta pembangunan Disaster Recovery Center (DRC). Kemudian tahun 2014 juga dilakukan konsolidasi DRC (Perangkat DRC SPAN, DRC DJP, dan DC DJBC), konsolidasi Network Tahap 2, piloting SPAN serta pengoperasian MPN-G2.
Setelah konsolidasi infrastruktur, kata Budi, masuk tahap konsolidasi data dan sistem yang dilakukan mulai tahun 2015. Beberapa upaya yang dilakukan misalnya pengoperasian CEISA di DC dan DRC Kemenkeu. Kemudian pengoperasian SPAN secara menyeluruh (Februari 2015). Ada pula piloting SAKTI di 10 Kantor DJPB serta izin pengecualian integrasi DC DJP (Ditjen Pajak).
Tahun 2018 dilakukan pembangunan EA (Enterprise Architecture) Kemenkeu (Tahap Pendahuluan), kemudian pengembangan digital signature Kemenkeu, implementasi e-Prime Tahap 3, pengembangan SAKTI dan MPN G3.
“Tahun 2018 kita melakukan pengoperasian seluruh core system pada DC Kemenkeu , kecuali Ditjen Pajak karena size-nya lumayan besar jadi kita mulai dari yang kecil, tutur Budi.
Kemudian tahun 2019 implementasi SAKTI di Seluruh Satker Kemenkeu. Selanjutnya pada 2021 implementasi KCP atau Kemenkeu Cloud Platform. Masuk tahun 2022, Kemenkeu melakukan implementasi collaborations tools, dan pemanfaatan EA dalam pengambilan keputusan seperti penentuan semesta audit, dasar validasi inovasi, serta penghapusan duplikasi aplikasi. “Tahun 2023 kami sudah implementasi KCP secara keseluruhan dan mengimplementasi smart data center,” ucapnya.
Untuk pengembangan TIK ini, Kemenkeu sudah menerbitkan berbagai kebijakan antara lain Peraturan Menteri Keuangan PMK-133/PMK.01/2022 tentang Tata Kelola Teknologi Informasi dan Komunikasi di Lingkungan Kementerian Keuangan, KMK-202 Tahun 2023 tentang Peta Rencana SPBE (Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik) Kemenkeu Tahun 2021-2024, KMK-942/KMK.01/2019 tentang Pengelolaan Keamanan Informasi di Lingkungan Kementerian Keuangan dan lainnya.
Inovasi Unggulan
Menurut Budi, ada beberapa inovasi unggulan TIK Kemenkeu antara lain implementasi e-Perjadin, Office Automation, Digitalisasi Produk Hukum, serta Digitalisasi Layanan Kemenkeu. Dukungan pengembangan pada inisiatif strategis (IS) Kemenkeu Tema Sentral, antara lain: implementasi e- Perjadin, Office Automation, Digitalisasi Produk Hukum, Digitalisasi Layanan Kemenkeu
e-Perjadin merupakan Sistem Elektronik Perjalanan Dinas (Perjadin) yang digunakan untuk meningkatkan pelaksanaan anggaran yang lebih efektif, efisien dan transparan. e-Perjadin menyederhanakan dan mengintegrasikan seluruh proses bisnis perjalanan dinas mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pertanggungjawaban, pelaporan, hingga pemeriksaan.
Aplikasi ini dikembangkan dengan menggunakan basis data terpusat, multipengguna, multiunit kerja, dan multisatuan kerja. e-Perjadin juga berinterkoneksi dengan SAKTI, perusahaan teknologi, marketplace, travel agent online, maskapai penerbangan, serta jaringan hotel dan perbankan.
“Sebelum ada e-Perjadin, mekanisme perjalanan dinas menggunakan proses bisnis manual sistem yang terfragmentasi, dan mempertemukan banyak pihak. Sesudah ada aplikasi ini, proses manual dan paper based hilang, ada simplifikasi dan efisiensi melalui integrasi proses bisnis perjadin yang end to end berbasis TIK. Serta otomasi perhitungan, pembayaran, dan pertanggungjawaban perjadin,” tutur Budi.
Aplikasi e-Perjadin dikembangankan internal Kemenkeu dan diimplementasikan secara bertahap mulai Juli 2023.
Inovasi unggulan lainnya adalah Implementasi Digitalisasi Produk Hukum (DPH). Ini merupakan penyempurnaan proses bisnis pembentukan peraturan perundang-undangan di lingkungan Kemenkeu untuk mengakomodir proses pembentukan produk hukum secara digital dalam satu wadah dan dilakukan secara end-to-end mulai dari perencanaan sampai dengan distribusi/penyebarluasan.
Sebelumnya, pembentukan peraturan perundang-undangan dilakukan secara manual atau menggunakan banyak aplikasi yang tidak terintegrasi (7 aplikasi). Saat ini hanya menggunakan satu aplikasi yaitu Satu Kemenkeu. Dengan implementasi DPH, ada potensi penghematan anggaran kurang lebih Rp 541 juta per tahun.
Menurut Budi, output DPH adalah Implementasi Digital Signature (DS) pada produk hukum dan dokumen lainnya yang dihasilkan di setiap proses pembentukan produk hukum. Selain itu, aplikasi Satu Kemenkeu sudah terintegrasi dengan aplikasi eksternal, seperti e-Pengundangan (Kemenkumham), serta JDIHN (Kemenkumham) dan aplikasi eksternal lain yang akan dilakukan pada 2024.
“Kami juga melakukan pengembangan sistem pencarian peraturan atau keputusan yang lebih baik di database peraturan perundang-undangan menggunakan bantuan AI (Artificial Intelligence),” kata Budi.
Inovasi unggulan lainnya adalah implementasi Office Automation atau Supper App Kemenkeu. Super App Kemenkeu berfungsi mengintegrasikan seluruh aplikasi yang bersifat umum dalam satu ekosistem yang akan terkoneksi dengan aplikasi core system Kemenkeu lainnya.
Ada banyak aplikasi yang ada di SuperApp Kemenkeu antara lain E-Kemenkeu (Nadine, Presensi, Perjadin, LHK, Squad Team, Rapat, MyTask, Cuti, Agenda, Aset Pengguna), ada pula aplikasi HRIS, CHRIS, SIKKA, PBN Open, Penggajian Terpusat, DAMS, EIS, EKSIS, dan Collaboration Tools 365.
. “Manfaat Super App ini antara lain efisiensi biaya untuk sistem sejenis, pengelolaan sistem menjadi lebih sederhana, dan menjadi bagian SPBE nasional,” tuturnya.
Berikutnya adalah implementasi Kemenkeu Cloud Platform (KCP), sebuah portal layanan cloud yang dapat kelola oleh end-user secara self-service melalui web browser. Beberapa fitur yang ada di KCP adalah pengguna dapat melakukan request dan create cloud server secara mandiri. Selain itu, deployment cloud server menjadi lebih cepat dan dilakukan secara mandiri. “Pengguna juga dapat melakukan pengelolaan cloud server operasional secara mandiri,” tuturnya.
Sedangkan manfaat KCP antara lain unit Eselon I dapat fokus pada pengembangan dan pengelolan proses bisnis serta aplikasi tanpa harus memikirkan kebutuhan kapasitas di sisi infrastruktur. Selain itu juga kemudahan kolaborasi dalam pembangunan sistem dan percepatan dalam proses pengembangan aplikasi.
KCP juga mempercepat deploy/release ke server testing dan production, meningkatkan layanan vulnerability test dan performance test, pengurangan risiko kegagalan dan kemudahan rollback, serta pengurangan terjadinya human error.
Inovasi unggulan lainnya adalah interoperabilitas aplikasi Kemenkeu melalui pemanfaatan Kemenkeu Service Bus (KSB) sejak 2021. Implementasi KSB ini untuk mendorong integrasi aplikasi antar Unit Eselon I/Unit Non Eselon maupun dengan pihak eksternal sehingga terwujud Integrated Financial Management Information System (IFMIS).
“Dengan KSB, pengembangan dan pemutakhiran aplikasi juga menjadi lebih efisien serta stakeholder dapat memperoleh informasi secara akurat, terintegrasi dan terkini,” kata Budi.
Beberapa aplikasi yang telah memanfaatkan KSB untuk komunikasi data antara lain aplikasi HRIS dengan GPP (Gaji), aplikasi Alpha dengan LHKPN KPK, serta aplikasi SAKTI dengan Telkom dan PLN.
Inovasi unggulan lainnya adalah implementasi Layanan Data Terbuka melalui web https://satudata.kemenkeu.go.id/. Layanan digital yang dikembangkan internal Kemenkeu ini selaras dengan inisiatif strategis SPBE nasional serta memenuhi kebutuhan publik terkait dengan data keuangan negara.
Tak hanya itu, Kemenkeu juga sudah mengimplementasi EA atau Enterprise Architecture yang memberikan banyak manfaat antara lain simplifikasi aplikasi, menghilangkan duplikasi, dan integrasi. Tahun 2022, menurut Budi, Kemenkeu melakukan penghapusan dan integrasi aplikasi dari sebelumnya 680 aplikasi menjadi 352 aplikasi. Tahun 2023 ini, Kemenkeu telah menghapus 34 aplikasi, dan 14 aplikasi direncanakan akan dihapus sampai akhir tahun ini.
Pengelolaan TIK di Kemenkeu juga sangat memperhatikan faktor keamanan siber. Berdasarkan Tools Monitoring di SOC, percobaan serangan siber Kemenkeu sampai 31 Oktober 2023 untuk percobaan malware sebanyak 219.123 kali dan serangan percobaan intrusi sebanyak 8.885.379 kali.
Untuk menjaga keamanan sistem TIK, operasional Core System Kemenkeu saat ini telah dilengkapi dengan perangkat security. Mitigasi yang dilakukan dari sisi people antara lain dengan pembentukan CSIRT Kemenkeu, Security Awareness, pelaksanaan Forum OKI, serta Kerjasama dengan BSSN dan BIN dalam pengendalian KI.
Sedangkan mitigasi dari sisi process dengan melakukan Vulnerability Assessment, Uji Kerentanan, dan IT Security Assessment/Pentest. Selain itu penerapan ISO 27001, standar dan baseline KI serta security drill. Mitigasi dari sisi teknologi dengan melakukan 3 Layers Protection, Multifactor Authentication (MFA), Audit Trail What-Who-When-Where, serta Screen Capture Protection.
Sementara itu, hasil Survei Kepuasan Pengguna layanan TIK Kemenkeu tahun 2022 dengan indeks 4.81 atau kategori “Puas”. Hasil survei tertinggi pada layanan Akses Fisik DC/DRC dengan indeks sebesar 4.98, sedangkan terendah pada Layanan Perangkat Lunak dengan indeks sebesar 4.61.
Penulis: Nurdian Akhmad