Indonesia merupakan salah satu pasar dengan pertumbuhan pusat data yang tinggi di Asia Tenggara, dengan estimasi valuasi industri mencapai USD 3,43 miliar (setara dengan Rp 51 triliun) pada tahun 2027.
Dengan pertumbuhan yang cepat dan potensi yang besar ini, diperlukan perhatian khusus terhadap operasional pusat data, yang tidak hanya mencakup risiko pada jaringan IT dan infrastruktur, tetapi juga seluruh premise.
Downtime atau waktu henti yang dialami pusat data merujuk pada kondisi ketika pusat data tidak dapat beroperasi, sehingga mengakibatkan tidak tersedianya layanan IT yang diperlukan.
Menurut studi terbaru dari Paessler, pakar solusi monitoring IT terkemuka, dalam laporan Whitepaper berjudul “Keeping Watch: Monitoring Your Path to Sustainable IT“, Transformasi Digital (88%) merupakan salah satu dari tiga prioritas bisnis utama bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia, diikuti oleh Keberlanjutan (75%) dan Peningkatan Produktivitas/Efisiensi (65%).
Baca juga: Pembangunan Pusat Data Nasional Bertujuan Efisiensi dan Satu Data Indonesia
Selain itu, Survei Pusat Data Global 2022 dari Uptime Institute juga menunjukkan bahwa lebih dari 60% operator pusat data telah melaporkan terjadinya downtime dalam tiga tahun terakhir. Seiring dengan meningkatnya ketergantungan pada perangkat digital, dampak dari terputusnya akses pusat data dapat berdampak pada perekonomian.
“Dalam lingkungan yang sangat kompetitif, downtime tidak hanya menyebabkan pengguna merasa jengkel, tetapi juga berpotensi menimbulkan kerugian finansial dan kerusakan reputasi perusahaan. Gangguan pada pusat data dapat mengakibatkan kerugian finansial yang signifikan karena operasional yang terganggu, peluang bisnis yang hilang, dan kekecewaan pelanggan. Selain itu, efek jangka panjang dari downtime dapat mencakup penurunan loyalitas pelanggan, hilangnya pangsa pasar, hingga menurunnya daya saing perusahaan,” ujar Felix Berndt, Regional Sales Manager of Asia Pacific, Paessler, dalam keterangan tertulis, 30/09/2023.
Sebagian besar pemimpin IT (sekitar 82%) di industri teknologi, telekomunikasi, dan pusat data menyatakan bahwa mereka telah memiliki strategi pusat data yang berkelanjutan. Salah satu strategi tersebut adalah dengan menerapkan solusi monitoring IT untuk mempercepat proses pelaksanaan dan perkembangan, dengan memprioritaskan penerapan solusi monitoring IT yang andal dan berkelanjutan untuk meminimalisir downtime dan memastikan kelancaran kegiatan operasional.
Solusi monitoring dirancang untuk memantau infrastruktur jaringan pusat data secara real-time dan dapat membantu organisasi mendeteksi potensi kendala pada pusat data sebelum menjadi masalah. Seiring berjalannya waktu, bisnis semakin menyadari manfaat dari solusi pemantauan IT secara real-time (lebih dari 90% bisnis di berbagai sektor), dan 90% bisnis telah menjadikan strategi IT yang berkelanjutan sebagai prioritas utama mereka.
Baca juga: Pusat Data Nasional di Bekasi Ditargetkan Selesai 2024
Melalui solusi monitoring IT, perusahaan dapat memperoleh manfaat dari kontrol yang lebih baik dan pemantauan terhadap infrastruktur dan proses IT di tempat yang sama, sekaligus mendapatkan insights yang lebih komprehensif terkait jaringan, memungkinkan untuk menghemat waktu dan biaya dalam prosesnya.
Menurut laporan tersebut, masih banyak bisnis di Indonesia yang melihat keberlanjutan dan profitabilitas sebagai sesuatu yang bertentangan, padahal jika kedua hal tersebut diukur dengan menggunakan solusi monitoring, maka tidak hanya dapat membantu untuk mengukur jumlah sumber daya yang dapat dihemat (95%), namun organisasi juga dapat mengevaluasi kebutuhan peralatan IT yang tepat (100%), serta mengoptimalkan konsumsi energi (100%).
Solusi monitoring IT tidak hanya terbatas untuk mendukung program manajemen berbasis prediksi. Jika dikaitkan dengan pusat data, solusi monitoring mendukung pemantauan seluruh komponen IT, termasuk fasilitas dan keamanan eksternal, serta deteksi dan sistem pemberitahuan yang dapat disesuaikan.
Baca juga: Inilah Lima Strategi Utama Optimisasi Pusat Data di Indonesia